Thursday, November 8, 2012

PLURALISME DALAM STUDI ISLAM


A.    PENGERTIAN PLURALISME
            Pluralisme berasal dari kata “plural” yang berarti kemajemukan atau keanekaragaman dan “isme” yang berarti paham, jadi pluralism adalah paham kemajemukan. Dalam rangka membentuk masyarakat beragama yang rukun dan damai, para ahli banyak menekankan tentang pluralisme. Paham ini menitik beratkan pada aspek persamaan, dimana semua agama itu sama.dalam artian banyak jalan menuju surga.
            Sebenarnya paham pluralism merupakan paham yang sudah cukup lama. Paham ini muncul bersamaan dengan modernisasi Negara-negara barat. Dengan kata lain paham ini  pada awalnya muncul dari belahan dunia barat,yakni Eropa. Dalam paham pluralisme agama yang berkembang di Barat sendiri terdapat sekurang-kurangnya dua aliran yang berbeda: yaitu paham yang dikenal dengan program teologi global (global theology) dan paham kesatuan transenden agama-agama (Transcendent Unity of Religions). Kedua aliran ini telah membangun gagasan, konsep dan prinsip masing-masing yang akhirnya menjadi paham yang sistemik. Karena itu yang satu menyalahkan yang lain.
            Munculnya kedua aliran diatas juga disebabkan oleh dua motif yang berbeda, meskipun keduanya muncul di Barat dan menjadi tumpuan perhatian masyarakat Barat. Bagi aliran pertama yang umumnya diwarnai oleh kajian sosiologis motif terpentingnya adalah karena tuntutan modernisasi dan globalisasi. Karena pentingnya agama di era globalisasi ini maka hubungan globalisasi dan agama menjadi tema sentral dalam sosiologi agama.
Nampaknya agama dianggap sebagai kendala bagi program globalisasi. Tidak aneh jika kini seminar tentang dialog antar agama, global ethic, religious dialogue yang diadakan oleh World Council of Religions dan lembaga lain sangat marak diseluruh dunia. Organisasi non pemerintah (NGO) di dunia ketiga pun mendapat kucuran dana dengan mudah. Bukti bahwa Barat berkepentingan dengan paham ini dapat dilihat dari tema yang diangkat jurnal rintisan oleh Zwemmer The Muslim World pada edisi terkininya (volume 94 No.3, tahun 2004). Jurnal missionaris itu menurunkan tema pluralisme agama dengan fokus dialog Islam Kristen. Sudah tentu disitu framework Barat sangat dominan.
Berbeda dari motif aliran pertama yang diwarnai pendekatan sosiologis, motif aliran kedua yang didominasi oleh pendekatan filosofis dan teologis Barat justru kebalikan dari motif aliran pertama. Kalangan filosof dan teolog justru menolak arus modernisasi dan globalisasi yang cenderung mengetepikan agama itu dengan berusaha mempertahankan tradisi yang terdapat dalam agama-agama itu. Yang pertama memakai pendekatan sosiologis, sedangkan yang kedua memakai pendekatan religious filosofis.
Solusi yang ditawarkan kedua aliran inipun berbeda. Berdasarkan motif sosiologis yang mengusung program globalisasi, aliran pertama menawarkan konsep dunia yang tanpa batas geografis cultural, ideologis, teologis, kepercayaan dan lain-lain. Artinya identitas kultural, kepercayaan dan agama harus dilebur atau disesuaikan dengan zaman modern. Kelompok ini yakin bahwa agama-agama itu berevolusi dan nanti akan saling mendekat yang pada akhirnya tidak akan ada lagi perbedaan antara satu agama dengan lainnya. Agama-agama itu kemudian akan melebur menjadi satu. Berdasarkan asumsi itu maka John Hick, salah satu tokoh terpentingnya, segera memperkenalkan konsep pluralisme agama dengan gagasannya yang ia sebut global theology. Selain Hick diantara tokohnya yang terkenal adalah Wilfred Cantwell Smith, pendiri McGill Islamic Studies. Tokoh-tokoh lain dapat dilihat dari karya Hick berjudul Problems of Religious Pluralism. Pada halaman dedikasi buku ini John Hick menulis yang terjemahannya begini: Kepada kawan-kawan yang merupakan nabi-nabi pluralisme agama dalam berbagai tradisi mereka: Masau Abe dalam agama Buddha, Hasan Askari dalam Islam, Ramchandra Gandhi dalam agama Hindu, Kushdeva Singh dalam agama Sikh, Wilfred Cantwell Smith dalam agama Kristen dan Leo Trepp dalam agama Yahudi.
Solusi yang ditawarkan oleh aliran kedua adalah pendekatan religious filosofis dan membela eksistensi agama-agama. Bagi kelompok ini agama tidak bisa di rubah begitu saja dengan mengikuti zaman globalisasi, zaman modern ataupun post-modern yang telah meminggirkan agama itu.Kelompok ini lalu memperkenalkan pendekatan tradisional dan mengangkat konsep-konsep yang diambil secara paralel dari tradisi agama-agama. Salah satu konsep utama kelompok ini adalah konsep sophia perrenis atau dalam bahasa Hindu disebut Sanata Dharma. Konsep ini mengandung pandangan bahwa di dalam setiap agama terdapat tradisi-tradisi sakral yang perlu dihidupkan dan dipelihara secara adil, tanpa menganggap salah satunya lebih superior dari pada yang lain. Agama bagi aliran ini adalah bagaikan jalan-jalan yang mengantarkan ke puncak yang sama.

B.   PENDAPAT-PENDAPAT TOKOH MUSLIM
Berkenaan dengan maraknya paham pluralism di Indonesia, banyak para tokoh atau cendekiawan muslim, ada yang setuju paham pluralism tersebut dan ada juga yang tidak setuju dengan paham tersebut. Tentunya dalam memutuskan hal tersebut didasarkan pada alasan-alasan yang tepat pula.
            Sesungguhnya, berbeda dengan yang lain merupakan sesuatu yang sangat di perlukan.Lebih lanjut Al-Qur’an mengajarkan kepada kita untuk memberlakukan perbedaan dan pluralism dengan arif dan bijaksana agar dapat mengenal dan belajar atas adanya perbedaan serta mampu mewujudkan masyarakat beragama yang saling menghormati dam menghargai. Selain itu Al-Qur’an juga menganjurkan untuk bermusyawarah agar dapat mewujudkan keadilan dan kepuasan bagi kehidupan masyarakat.
            Selain penjelasan di atas,para pluralis muslim juga menjadikan pluralisme sebagai wadah atau cara dalam mewujudkan persatuan umat beragama agar tidak timbul konflik antar umat beragama. Hal ini menjadi lebih jelas lagi ketika pluralism ditekankan dalam aspek terwujudnya intregasi nasional dimana paham ini akan dianggap menjadi sangat penting dan urgen sebagai factor pembentuk integrasi nasional.
            Di sisi lain para cendekiawan muslim melakukan analisis terhadap kasus pluralism ini. Dapat dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan paham ini terdapat permasalahan atau kesalahan yang terjadi. Kesalahan yang terjadi adalah ketika menganggap realitas kemajemukan agama-agama dan paham pluralism agama sebagai sama saja dengan kata lain bahwasanya perbedaan yang ada dimaknai sebagai desain ilahi dan kebijakan social sehingga memunculkan sifat inklusif dan apresiatif.Dan hal yang parah  adalah pluralism  agama dianggap sebagai relitas dan sunnatuLllah,padahal keduanya berbeda.
            Pertama, Pluralitas agama adalah kondisi dimana berbagai macam agama terwujud secara bersamaan dalam suatu masyarakat atau Negara.
            Kedua, Pluralisme agama adalah suatu paham yang menjadi tema penting dalam disiplin sosiologi, teologi dan teologi agama yang berkembang di barat.
            Perlu kita ketahui bahwasanya Islam memandang adanya pluralitas agama adalah dengan mengakui adanya perbedaan dan identitas agama masing-masing.hal ini sesuai dengan Surat Al-Kafirun yang diturunkan Allah SWT dalam rangka menjaga kemurnian Islam.
C.   SOLUSI
Agama turun bukan di ruang hampa,melainkan untuk menjadi pegangan bagi setiap penganutnya. Penganut agam sebagai manusia tentu sarat dengan konteks,baik konteks waktu,konteks tempat,konteks masalah,konteks tuntutan dan sejenisnya. Konsekuensi agama pun penuh dengan konteks,penuh dengan historisitas, seseuai dengan konteks umat penerima agama,baik gari sisi ajaran maupun sarana atau cara untuk menyampaikan ajaran agama tersebut. Jadi, isi atau cara  menyampaikan ajaran agama sangat tergantung  pada konteks penganut agama tersebut.
            Pengaruh historisitas maupun konteks penganut agama sangatlah besar. Hal ini terjadi di tanah Arab. Hal ini dapat dibuktikan seluruh isi Al-Qur’an dan Al-Hadits merupakan jawaban atas persoalan-persoalan masyarakat Arab di masa itu.Boleh jadi ajaran Islam tidaklah seperti yang kita kenal sekarang kalau Nabi Muhammad SAW tidak hidup di tanah Arab.
            Selain itu pengaruh historisitas atau konteks penganut juga terjadi dimasa sekarang.yaitu ketika dituntut masalah perbedaan agama dan tuntutan terwujudnya integrasi nasional. Sehingga timbulah pemikiran-pemikiran untuk mengembangkan pluralism agama. Bagaimanapun juga dibalik segala iming-imingan yang menjanjikan dari paham tersebut ternyata di dalam pelaksanaannya terdapat berbagai kelemahan maupun kesalahannya. Hal ini tentunya berakibat pada pendangkalan iman dan kerancuan.
            Oleh karena itu dalam menyikapi perbedaan yang ada serta dalam upaya mewujudkan masyarakat lintas agama yang rukun dan damai,adalah dengan melakukan dialog antar pemeluk agama secara terus menerus. Dengan cara ini ajaran dai masing-masing agama akan didengar dan bersumber dari pemeluk yang bersangkutan,bukan menurut pandangan orang lain.Dapat disebut misi Smith mendirikan Islamic studies di McGill Montreal,Kanada adalah untuk tujuan ini.Yakni agar ada media bagi masing-masing pemeluk agama untuk berdialog dengan pemeluk agama lain.Sebab salah satu masalah timbulnya ketegangan dan konflik antar pemeluk agam adalah Karena terjadi mis atau salah paham antar pemeluk agama. Boleh jadi mis terjadi karena kurang paham, atau boleh jadi disengaja oleh pihak tertentu dan untuk tujuan tertentu.
            Cara lain adalah dengan menulis buku, artikel dan sejenisnya.Sebab dengan menulis tulisan ini apada hakekatnya kita sedang melakuan dialog. Karena itu semaki banyak buku yang membahas tentang masalah pluralitas, maka semakin banyak pula kesempatan bagi kta untuk melakukan dialog dengan umat agama yang lain,sehingga dengan itu akan memberikan pencerahan bagi penganut agama tertentu terhadapa agama yang lain.
            Perlu dicantumkan bahwa di dalam Al-Qur’an,ada 3 sikap terhadap non muslim,yaitu:
1.      Positif, kita sebagai umat islam harus bersikap positif dan juda memandang umat agama lain juga secara positif,hal ini sangat menekankan pada toleransi agama dan juga saling tolong menolong
2.      Netral, yaitu sebagai umat Islam kita harus memandang sama antar umat beragama,dalam ruang lingkup asas kemanusiaan. Selain itu kita kita tidak boleh menjadi orang yang menyombongkan diri dan berlaku tidak adil.
3.      Negative, yaitu sebagai umat islam kita harus tegas untuk menolak segala hal yang bertentangan dengan akidah agama, walaupun itu adalah hal yang baik menurut umat agama yang lain. Selain itu umat Islam juga harus tegas dalam menyikapi kezhaliman yang dilakukan umat agama lain.
Dalam upaya memberikan pemahaman agama perlu  pengkajian dan kesadaran akan adanya tingkatan atau level-level dalam agama, yakni level teologi.level norma,level prinsip dasar (core values), level penafsiran / hasil ijtihad (interpretation) dan level manifestasi (praktek) yang sangat terikat dengan budaya (cultural manifestation) 
REFERENSI
Nasution, khoirudin. 2009. Pengantar Study Islam. Yogyakarta: ACAdeMIa+ TAZZAFA
            Nashir, Haedar. 1999. Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

No comments:

Post a Comment