Thursday, November 8, 2012

KAJIAN BURHANI DALAM STUDI ISLAM


1.      Pengertian Burhani
Secara bahasa kata burhan berarti argumentasi yang jelas dan terpilah untuk memperoleh kebenaran dan pengetahuan melalui proses berfikir. Burhani sangat menekankan proses dan peranan analisis rarasional (al-Qiyas,al-Jami’) untuk memperoleh pengetahuan sekaligus sebagai suatu kebenaran.
Dalam istilah logika, Burhani berarti aktivitas berfikir dalam rangka menetapkan kebenaran proposisi (qadyah) melalui metode penyimpulan (istintaj) dengan mengaitkan satu proposisi dengan proposisi lain yang diperoleh tanpa berfikir panjang yang kebenarannya terbukti secara aksiomatik. Sementara dalam pengertian umum burhani dapat diartikan sebagai aktifitas pikiran untuk menetapkan proposisi melalui metode penyimpulan.
2.      Perkembangan Burhani
Prinsip burhani pertama kali dibangun oleh Aristoteles yang dikenal dengan istilah metode analitik (tahlili), yaitu suatu cara berpikir yang didasarkan atas proposisi tertentu pada masa Alexander Aprodisi murid serta komentator Aristoteles, digunakan istilah logika dan ketika masuk pada khasanah pemikiran Islam berganti nama menjadi burhani. Cara berpikir analitik Aristoteles ini, masuk ke dalam pemikiran Islam pertama kali lewat program penterjemahan buku-buku filsafat yang gencar dilakukan pada masa pemerintahan Al-Makmun.
Sarjana pertama yang mengenalkan dan menggunakan metode burhani adalah Al-Khindi. Namun, karena masih dominannya kaum bayani dan minimnya referensi maka metode burhani tidak begitu bergema. Metode burhani ini semakin berkembang dalam sistem pemikiran Islam Arab setelah masa Al-Rozi. Metode burhani akhirnya benar-benar mendapat tempat dalam sistem pemikiran Islam setelah masa Al-Farabi.
3.      Metode Burhani
Untuk mendapatkan sebuah pengetahuan, burhani menggunakan silogisme. Mengikuti Aristoteles, penarikan kesimpulan dengan silogisme ini harus memenuhi beberapa syarat, yaitu
a.       Mengetahui latar belakang dari penyusun premis.
b.      Adanya konsistensi logis antara alasan dan kesimpulan.
c.       Kesimpulan yang diambil harus bersifat pasti dan benar.
Al-Farabi mempersyaratkan bahwa premis-premis burhani harus merupakan premis-premis yang benar, primer dan diperlukan. Premis yang benar adalah premis yang memberi keyakinan dan meyakinkan. Suatu premis bias dianggap meyakinkan bila memenuhi tiga syarat, yaitu:
a.       Kepercayaan bahwa premis itu berada atau tidak dalam kondisi spesifik.
b.      Kepercayaan bahwa sesuatu itu tidak mungkin merupakan sesuatu yang lain selain darinya.
c.       Kerpercayaan bahwa kepercayaan kedua tidak mungkin sebaliknya.
Selain itu, burhani bisa juga menggunakan sebagian dari jenis-jenis pengetahuan indera dengan syarat bahwa objek-objek pengetahuan indera tersebut harus senantiasa sam (konstan) saat diamati, dimanapun dan kapanpun, dan tidak ada yang menyimpulkan sebaliknya.
Derajat di bawah silogisme burhani adalah silogisme dialektika, yang banyak dipakai dalam penyusunan konsep teologis. Silogisme dialektika adalah bentuk silogisme yang tersusun atas premis-premis yang hanya bertaraf mendekati keyakinan, tidak sampai derajat meyakinkan seperti dalam silogisme demonstratif. Adapun materi premis silogisme dialektika berupa opini-opini yang secara umum di terima (masyhurat) tanpa diuji secara rasional. Karena itu nilai pengetahuan dari silogisme dialektika tidak bisa menyamai pengetahuan yang dihasilkan dari metode silogisme demonstratif. Ia berada di bawah pengetahuan demonstratif.
Epistemologi burhani digunakan untuk mengukur benar atau tidaknya sesuatu adalah dengan berdasarkan komponen kemampuan alamiah manusia berupa pengalaman dan akal tanpa dasar teks wahyu suci yang memunculkan peripatik. Maka sumber pengetahuan dengan nalar burhani adalah realitas dan empiris; alam, sosial, dan humanities. Artinya, ilmu diperoleh sebagai hasil penelitian, hasil percobaan, hasil eksperimen, baik di laboratorium maupun di alam nyata, baik yang bersifat sosial maupun alam. Corak berpikir yang digunakan adalah induktif, yakni generalisasi dari hasil-hasil penelitian empiris.
Dalam menelaah epistemologi burhani tidak akan terlepas dari dua metodologi sebelumnya, yaitu epistemologi bayani dan irfani. Dari perpaduan ini muncul nalar aduktif, yakni mencoba memadukan model berpikir deduktif dan induktif antara hasil bacaan yang bersifat kontekstual terhadap nash dan hasil-hasil penelitian empiris, justru kelak melahirkan ilmu islam yang lengkap (komprehensif), luar biasa dan kelak dapat sebenarnya kedua epistemologi ini tidaklah jauh berbeda dengan epistemologi burhani. Perbedaan ini hanya faktor perbedaan episteme, yang mana episteme tersebut masih dibangun di atas nilai Al-Qur’an dan Al-Hadis.
Perbedaan epistemologi burhani terletak pada :
1.      Sistem berpikir yang konstruksi epistimologinya dibangun di atas semangat akal dan logika dengan beberapa premis. Otoritas referensinya adalah Al-Qur’an, Al-Hadis dan pengalaman salaf.
2.      Epistimologi burhani sebagai metodologi yang representatif dalam mendidik ilmu pengetahuan dengan bersifat demonstratif.

4.      Analisis Kajian Burhani Terhadap Buku Teks Pelajaran PAI
Secara konsep, kurikulum yang dikemas dalam Pendidikan Agama Islam (PAI) memang telah memenuhi syarat sebagai pendukung pendidikan Islam itu sendiri. Ini dapat dilihat dari tidak adanya penyimpangan terhadap ajaran-ajaran Islam. Namun secara pragmatif aplikatif kurang mengenai sasaran. Hal ini dapat dilihat dari proses dan output pendidikan itu sendiri.
Secara subtantif yang paling ditekankan dari kurikulum Pendidikan Agama Islam tersebut adalah moralitas yang tinggi. Namun kenyataan yang ada di lapangan output Pendidikan yang telah menerima pendidikan yang terangkum dalam kurikulum PAI masih saja menunjukkan moralitas yang rendah. Sehingga pendidikan yang diharapkan mampu menjawab krisis moralitas yang telah mewabah ini hanya isapan jempol belaka.
Pertanyaan yang berlanjut, apa atau siapa yang salah. Tentunya menarik kalau permasalahan ini kita lihat dari sudut epistemologi burhani. Bahwa pembuatan kurikulum tersebut tidak melibatkan berbagai setting yang kelak justru sangat mempengaruhi keberhasilan dalam pelaksanaannya. Hal tersebut antara lain: pertama, sumber-sumber kurikulum tersebut sudahkan memenuhi prasyarat yang diajukan pendidikan Islam secara umum yaitu berdasarkan al-Qur’an Hadist. Kedua; Manakah konsep kurikulum yang benar itu, dan apakah hal itu sudah kita ketahui. Ketiga, sifat dasar dari kurikulum tersebut apakah sudah diketahui pula. Apakah ada faktor lain yang benar-benar berada di luar konsep tersebut, dan kalau ada, apakah dapat didektesi dan diketahui. Ini adalah persoalan tentang apa yang kelihatan (phenomenia/appearance) versus hakikat (noumena/essence). Ketiga, Dari itu pertanyaan yang muncul apakah kurikulum yang dibuat itu sudah benar (valid)? Bagaimanakah kita dapat membedakan yang benar dari yang salah? Ini adalah persoalan mengkaji kebenaran atau verifikasi.
Dari permasalahan yang dikemas dalam analisa tersebut dapat kita tinjau dari aspek episteme burhani yang terangkum dalam empat metode yaitu:
a.   Observasi
Dalam menelaah aplikasi kurikulum Pendidikan Agama Islam hal pertama yang kita lakukan adalah metode observasi. Pengertian mudahnya adalah tinjauan langsung secara pragmatis di lapangan. Penemuan yang dapat ditampilkan adalah bukti bahwa output dari sekolah-sekolah formal tidak bisa menjamin kebagusan akhlaq mereka. Hal ini kontras dengan konsep kurikulum teoritisnya.
a.   Eksperimen
Berbagai eksperimen dalam menerapkan kurikulum tersebut telah diupayakan namun hasil masih dibawah target. Fakta yang ada sering bergantinya kurikulum dan metode pembelajaran dalam sekolah formal ini adalah wujud dari eksperimen yang dilakukan untuk mengaplikasikan kurikulum terotis tersebut.
a.   Rasional
Secara rasional tentunya akan dianggap bagus konsep teoritis kurikulum Pendidikan agama Islam trsebut namun kesenjangan aplikasinya yang mengubah prediksi nalar pendidikan itu sendiri. Hal ini bisa terjadi karena berbagai faktor kegagalan tentu ada penyebabnya. Sedang penyebab pasti ada yang membuat jelas hal ini membutuhkan alasan yang rasional.
a.   Al-Quran dan Al-Hadis
Secara teoritis pula konsep kurikulum Pendidikan Agama Islam memang sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadis. Lagi-lagi pertanyaan yang muncul adalah aplikasi dari kurikulum ini sudahkah sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadis atau justeru terjebak pada pendapat kelompok atau aliran tertentu sehingga terjadi kejumudan karena masuk berbagai kepentingan di dalamnya.
Menjawab dari hasil pengamatan melalui metode di atas akan ditemui skandal besar dalam pembuatan sekaligus aplikasi yang tidak sesuai dengan wacana teoritis kurikulum yang dirancang. Sehingga secara spesifik dapat dibagi dalam beberapa bidang yang mempengaruhi aplikasi kurikulum Pendidikan Agama Islam tersebut, salah satu bidang yang paling mempengaruhi adalah bidang politik.
Unsur politik banyak mempengaruhi penerapan kurikulum Pendidikan Agama Islam yang berada pada sekolah-sekolah formal. Hal ini dikarenakan berbagai kelompok aliran keagamaan yang berada di Indonesia berusaha menanamkan dominasinya melalui jalur pendidikan. Ini terlihat dimana sering kali terjadi bargaining position antara penguasa dan tokoh aliran keagamaan tersebut. Yang pada ahirnya mempengaruhi kebijakan yang menyangkut penerapan kuriulum baik secara ilmu fiqh maupun ilmu kalamnya.
Sehingga dengan kebijakan-kebijakan yang lebih banyak memngutamakan ideologi kelompok bukan mencari kebenaran dari penyampaian kurikulum tersebut membuat proses pendidikan terabaikan. Keterabaian proses pendidikan ini ujung-ujungnya menimbulkan kemerosotan moral. Disinilah letak kesenjangan antara kurikulum dan aplikasinya dalam proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA
Darmawan, Andy dkk., Pengantar Study Islam, Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga,2005.
Khoirudin Nasution, Pengantar Study Islam, Yogyakarta: Academia Tazzafa, 2009.
Sayudi, M, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, Ponorogo: Mikraj, 2004.

1 comment:

  1. If you're attempting to lose fat then you have to get on this brand new custom keto plan.

    To create this keto diet, licenced nutritionists, personal trainers, and professional cooks joined together to provide keto meal plans that are powerful, suitable, price-efficient, and fun.

    Since their launch in 2019, hundreds of individuals have already remodeled their figure and health with the benefits a professional keto plan can give.

    Speaking of benefits; in this link, you'll discover 8 scientifically-certified ones given by the keto plan.

    ReplyDelete