Friday, November 2, 2012

Akhlak Kepada Masyarakat

PENGERTIAN AKHLAQ
Secara etimologis (lugbatan) akhlaq (Bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan.  Seakar dengan kata Khaliq ”Pencipta”, makhluk (yang diciptakan) dan khalq (pnciptaan). Dengan asal tersebut maka definisi akhlaq adalah tata perilaku seseoang terhadap orang lain dan lingkungannya.
Kesamaan akar kata diatas mengisyaratkan bahwa dalam akhlaq tercakup pengertian terciptanya keperpaduan antara kehendak Khaliq (Tuhan) dengan perilaku makhluq (manusia). Dari pengertian seperti ini, akhlaq bukan saja aturan/ norma perilaku yang mengatur hubungan antara sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam sekalipun.[1]
Ada beberapa definisi tentang akhlaq di antaranya:
a.         Imam al-Ghazali:
“Akhlaq addalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.” [2]

b.        Abdul Karim Zaidan:
“(Akhlaq) adalah nilai-nilai yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya, seseorang dapat menilai baik atau buruk, untuk kemudian memilih,  melakukan atau meninggalakannya.” [3]
c.         Ibrahim Anis:
“Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan , baik  atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.” [4]
Dari kutipan di atas dapat difinisikan bahwa akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul  secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan teerlebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar.
Jadi definisi akhlaq kepada masarakat adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang dilakukan secara spontan tanpa pertimbangan terlebih dahulu dalam lingkungan atau kehidupaan.

 PENTINGNYA MATERI INI DIBAHAS
Dalam kehidupan kita tidak akan pernah terhindar dari akhlaq kepada lingkungan “masyarakat” dan karena kita adalah mahluk sosial. Materi ini sangat penting agar kita bisa mengetahui cara berakhlak yang baik di dalam lingkungan “masyarakat.”
Rasulullah SAW bersabda:

“Demi Allah, dia tidak beriman! Demi Allah, dia tidak beriman! Demi Allah, dia tidak beriman!” Seorang sahabat bertanya: “Siapa dia (yang tidak beriman itu) ya Rasulallah?” Beliau menjawab: “Orang yang tetangganya tidak aman dari keburukannya” (HR. Bukhari)

 Ini adalah salah satu hadits yang menerangkan bahwa pentingnya akhlaq kepada masyarakat. Sampai-sampai tiga kali Rasulullah SAW menyebutkan kata “Demi Allah dia tidak beriman”, ini kata yang sangat kita kwatirkan. Sebab jika kita tidak memperdulikan tetangga kita bahkan saling membenci bisa-bisa Allah sangat membenci kita. Semoga kita bukan golong yang seperti itu.
 Seseorang yang mendirikan shalat tentunya tidak akan melakukan perbuatan (akhlaq) yang tergolong keji dan mungkar, sebab apalah arti shalat apabila tetap saja melakukan perbuatan keji dan mungkar.
Demi mencari ridha Allah SWT tentulah seorang hamba akan selalu berusaha menjankan perintah-Nya seperti menahan dari kata-kata yang kotor dan perbuatan yang tercela.

3.             IDENTIFIKASI PROBLEMATIKA AHKLAK
Sering terjadinya peselisihan diantara masyarakat sangat dipengaruhi oleh akhlak terhadap lingkungan (masyarakat). Kurangnya keharmonisan di dalam kehiduppan bermasyakat menjadi sorotan yang lumayan penting.
Banyak kejadian-kejadian yang timbul karena kurang terciptanya hubungan komunikasi yang tidak lancar antara tetangga atau masyarakat (lingkungan). Banyaknya fitnah-fitnah dalam masyarakat membuat situasi kehidupan kurang harmonis.

A.           PEMBAHASAN
Akhlak Kepada Masyarakat
Masyarakat di sini bisa juga diartikan yang berada disekitar kita yaitu tetangga. Tetangga sangat erat hubungannya dengan akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Seringkali kita dapat tahu tentang akhlak diri sendiri malah dari orang lain (tetangga), atau bisa disebut sebagai tolak ukur akhlak kita.
Sebagian ulama muslim, diantaranya Prof. Manur Rajab, Berpendapat bahwa norma/ akhlaq berarti sesuatu yang di jadikan tolak ukur untuk memberikan penilaian saat terjadi pertentanngan antar berbagai pola perilaku bahwa pola ini lebih baik dari pada pola itu.
Ia mengatakan : “Dengan apa kita menilai baik-buruk perilaku perbuatan manusia.” Kemudian  prof. Rajab menetapkan sebuah kesimpulan penting bahwa pendapat para filsuf, tradisi masyarakat setempat.an hukum konvensional tidak layak di jadikan sebgai norma/ akhlaq sebab etika yang valid harus bersifat baku, alias tidak berubah-rubah, dan besifat umum higga bisa diterapkan bagi segenap manusia anpa pandang bulu, tempat, dan waktu. Kemudian, tridisi juga berbeda-beda antar masyarakat satu dengan masyarakat lain.
Disamping karena faktor perbedaan waktu, sementara kaum konvensional merpakan produk manusia yang bisa salah dan bisa benar dan hukum-hukum konvensional inipun beragam sesuai dengan keragaman visi pembuatannya.
Oleh karena itu , keiganya tidak layak di jadikan sebgai norma akhlaq yang sahih. Adapun norma yang sahih adalah agama Islam, sebab ia merupakan wahyu dari Tuhan, dan Dia tentu saja lebih mengetahui perundang-undangan atau aturan hukum yang tepat dan bermaslahat bagi umat manusia. Serta lebih mengerti soal aturan-aturan peribadatan maupun perilaku-perilaku mulia yang bisa menyantunkan diri mereka dan meluruskan akhlaq mereka. Dan semua itu berlandaskan prinsip iman dan islam.
Akhlak kepada masyarakat mempelajari tentang bagaimana cara kita bertingkah laku di masyarakat. Akan di lihat dari 3 segi atau sudut, diantaranya;
1.         Dari segi Agama
Tujuan dari kehidupan bermasyarakat diantaranya ialah menumbuhkan rasa cinta, perdamaian, tolong-menolong, yang merupakan fondasi dasar dalam masyarakat Islam. Dalam suatu hadits digambarkan kondisi seseorang yang beriman dengan berakhlak mulia dalam kehidupan masyarakat.
Selain kita memperlakukan dengan baik diri kita sendiri, kita juga harus memperhatikan saudaranya (kaum muslim semuanya) dan juga tetangga kita. Tetangga selalu ada ketika kita membutuhkan bantuan.
Seperti yang diriwayatkan dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Tidaklah beriman seoarang dari kalian hingga ia menyukai saudaranya sebagaimana  ia menyukai dirinya sendiri.” (H.R. Bukhari)

Demikianlah masyarakat Islam dibentuk , yakni melandaskan persaudaraan antar sesamaoarang yang beriman. Agar masyarakat Islam dapat mencapai tujuannya guna merealisasikan ibadah kepada ALLAH SWT dengan lingkup yang sangat luas.
Dari hadits shahih bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:

Tidak masuk sorga orang yang tetangganya tidak aman dari keburukannya” (H.R Muslim).

Bisa disebutkan bahwa apabila salah satu tetangga kita sedang tertimpa suatu masalah dan sangat membutuhkan bantuan hendaklah membantu jangan hanya berdiam diri padahal kita tidak sadar sedang melakukan kesalahan-kesalahan. Pastilah Allah SWT sangat tidak suka terhadap orang yang seperti itu, maka masuklah ke neraka (tidak masuk sorga).
Dari beberapa sumber diatas juga memberikan pengetahuan kita bahwa pentingnya hubungan baik dengan masyarakat (tetangga).

Apabila seoarang tetangga kita ada yang ingin menjual rumahnya, baik itu karena desakan ekonomi (terlilit hutang)  maka yang paling berhak membeli rumah adalah tatangga (setelah saudara).
Seperti yang telah tertuang bahwasanya Rasulallah SAW bersabda:

“Tetangga adalah orang yang paling berhak membeli ruamah tetangganya.” (HR. Bukhari dan Muslim) [5]

Kehidupan di masyarakat patilah akan menjumpai kegiatan silaturahim. Orang yang berakhlak baik baisanya senang dengan bertamu atau silaturahim, karena ini dapat mengutkan hubungan sesama muslim.
Beberapa hal kegiatan dalam masyarakat antara lain;

Bertamu
Sebelum memasuki rumah, yang bertamu hendaklah meminta izin kepada penghuni rumah dan setelah itu mengucapkan salam.
Dengan Firman ALLAH SWT:

Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi  salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu , agar kamu (selalu) ingat.(QS. An-Nur 24: 27)

Allah SWT menjelaskan agar orang mukmin selalu beriman kepada-Nya dan berakhlaq dalam bertamu dengan cara yang telah ditetapakan. Tamu hendaklah meminta izin kepada pemilik rumah terlebih dahulu barulah mengucapkan salam. Ada beberapa ulama yang mayoritas ahli fiqh berselisih pendapat. Mereka berargumentasi dari beberapa hadits Rasulullah SAW riwayat Bukhari, Ahmad, Tirmidzi, Ibn Abi Syaibah dan Ibn ‘Abd Al-Bar. [6]
Meskipun dari sumber hadits yang berbeda-beda tetapi mereka menyatakan hal yang sama yaitu mengucapkan salam terlebih dahulu baru meminta izin (as-salam qabl al-kalam).
Dari perbedaan tadi, ada beberapa ulama yang berargumentasi lain. Mereka menyatakan bahwa, apabila tamu melihat salah seorang penghuni rumah maka dia (tamu) mengucapkan salam terlebih dahulu. Akan tetapi apabila tamu tidak melihat pemilik rumah maka hendaklah dia (tamu) meminta izin dulu baru mengucapkan salam. Pendapat terskhir inilah yang diambil oleh al-Mawardi.[7]
 Rasulullah SAW bersabda:

“Jika seorang di antara kamu telah meminta izin tiga kali, lalu tidak diizinkan, maka hendaklan dia kembali.” (HR. Bukhari Muslim)

Menurut Rasulullah SAW  sendiri, dalam meminta izin boleh dilakukan maksimal hanya tiga kali. Sudah sewajarnya dan seharusnya apabila seorang tamu sudah meminta izin tiga kali namun tidak ada jawaban maka tamu tadi kembali pulang. Jika berani masuk rumah tanpa izin dapat berakibat  buruk pada tamu it sendiri seperti disangka pencuri oleh warga setempat yang melihatnya.
 Tamu tidak boleh mendesakan keinginannya untuk bertamu  setelah ketukan ketukan ketiga, dakarenakn dapat mengganggu pemilik rumah. Tuan rumah sekalipun dianjurkan untuk menerima dan memuliakan tamu, akan tetapi tetappunya hak untuk menolak kedatangan tamu dikarenakan tidak sedang siap dikunjungi oleh tamu.[8]
Meminta izin kepada pemilik rumah dilakukan maksimal tiga kali itu memiliki sebab, diantaranya:

1.    ketukan pertama sebagai isyarat kepada pemilik rumah bahwa telah kedatangan tamu.
2.    Ketukan kedua memberikan waktu untuk membereskan barang-barang yang mungkin berantakan dan menyiapkan segala sesuatu yang piperlukan.
3.    Ketukan ketiga biasanya pemilik rumah sudah siap membukakan pintu. Akan tetapi bisa saja pada waktu ketukan kedua pemilik rumah sudah membukakan pintu, tergantung situasi dan kondisi pemilik rumah. [9]
Namun bila pada ketukan ketingga tetap tidak dibukakan pintu, kemungkinan pemilik rumah tidak bersedia menerima tamu atau sedang tidak berada di rumah.
Merujuk firman Allah SWT:

“Jika kamu tidak menemui seseorang di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: “Kembali (saja) lah ”, maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersiih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nur 24:28)[10]

Maksud dari ayat ini adalah pada saat bertamu namun tidak ada orang di dalamnya, bahkan ditolak pemilik rumah janganlah masuk karena akan dinilai kurang memiliki akhlak. Ini akan akan menjaga nama dan kehormatan tamu itu sendiri juga berdampak pada nama baiik pemilik rumah.

Menerima Tamu
Salah satu akhlak yang terpuji dalam Islam adalah menerima dan memuliakan tamu tanpa membedakan status sosial.
Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 Hadits diatas dapat kita selidiki bahwa apabila seseorang beriman kepada Allah dan Hari Akhir dalam berbicara katakanlah hal yang baik jangan berkata yang tercela, bahkan lebih baik lagi diam dari pada tidak dapat berkata baik. Memuliakan tetangganya disini bisa diartikan menyambut baik tetangganya jangan malah merasa tidak nyaman apabila tamu datang serta menyambut baik tamu. Selain dengan tetangga, seorang Muslim harus dapat berhubungan baik dengan baik di lingkungan pendidikan, lingkungan kerja, sosial dan yang lainnya.
Jika tamu datang dari tempat yang jauh dan ingin menginap, maka pemilikan rumah atau tuan rumah wajib menerima dan menjamunya dengan batasan maksimal tiga hari. Apabila tamu mau menginap lebih dari tiga hari, terserah tuan rumah tetap menjamunya atau tidak.
Rasulullah SAW bersabda;

“Menjamu tamu itu hanya tiga hari. Jizahnya sehari semalam. Apa yang dibelajakan untuk tamu diatas tiga hari adalah sedekah. Dan tidak bolaeh bagi tamu tetapmenginap (lebih dari tiga hari). Karena hal itu akan memberatkan tuan rumah.”  (HR. Tirmidzi)

Menurut Rasulullah SAW, menjamu tamu lebih dari tiga hari nilainya sedekah, bukan lagi kewajiban.
Menurut Imam Malik yang dimaksud dengan  jaizah sehari semalam adalah memuliakan dan  menjamu tamu pada hari pertama dengan hidangan yang istimewa menjadi hidangan yang biasa dimakan tuan rumah sehari-hari. Sedangkan menurut Ibn al-Atsir, yang dimaksud dengan jaizah adalah memberi bekal kepada tamu untuk perjalanan sehari-semalam. Ini karena disesuaikan di daerah padang pasir, diperlukan bekal minimal sehari-semalam sampai bertemu dengan tempat persinggahan berikutnya. [11]
Kedua pemahaman di atas dapat di kompromikan dengan melakukan kedua-duanya apabila memeng tamunya membutuhkan bekal guna melanjutkan perjalanan. Tapi apa pun bentuknya, tujuannya sama yaitu untuk memuliakan tamunya dengan sedemikian rupa.

Berhubungan baik dengan  tetangga
Sesudah anggota keluarga kita, orang yang paling dekat adalah tetangga. Begitu pentingnya peran tangga sampai-sampai Rasulullah SAW menganjurkan kepada siapa saja yang akan membeli rumah atau mebeli tanah selanjutnya dibangun rumah, hendaklah memperhatikan siapa yang akan menjadi tetangganya.
Beliau bersabda;
“Tetangga sebelum rumah, kawan sebelum jalan, dan bekal sebelum perjalanan.” (HR. Khathib)

Dari hadits di atas adalah pentingnya peran tetangga dalam hidup bermasyakat terutama dalam memilih tempat untuk dijadikan tetangga dalam hidup bermasyakat terutama dalam memilih tempat untuk dijadikan rumah saja kita harus memilih dengan beberapa aspek yang harus diperhatikan.
Kita dapat melihat dari sebuah kata “tetangga sebelum rumah” dalam kehidupan bermasyarakat, maksudnya kita sebelum membangun sebuah rumah harus memilih atau mengetaui kondisi tetangga kita. Diharapkan jaangan sembarang dalam hal ini, karena akan berdampak pada diri kita sendiri.
Baik buruknya sikap tetangga kita tentu tergantung  juga bagaimana kita bersikap kepada mereka. Dalam kesempatan lain Rasulullah SAW juga mengatakan bahwa tetangga yang baik adalah salah satu dari tiga hal yang membahagiakan hidup, dengan sabdanya;

“Di antara yang membuat bahagia seoarang Muslim adalah tetangga yang baik, rumah yang lapang, dan kendaraan yang nyaman.”  (HR. Hakim)

 Beberapa hal yang membuat bahagia seorang muslim dalam kehidupan bermasyarakat yaitu tetangga yang baik, coba kita bayangkan bila tetangga kita selalu konflik/ tidak akur. Kehidupan kita tidak akan berjalan harmonis.
Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk berbut baik dengan tetangganya, baik tetangga dekat maupun jauh. Pastilah orang akan akan sangat senang apabila tatangganya baik kepada kita dan kita pun tidak akan segan untuk membalas kebaikan tatangga kita itu. Ini menimbulkan dampak yang positif, namun bila tetangga kita berselisih dengan kita pastinya akan ragu untuk menyapa baik tetangga.

Bentuk Hubungan baik dengan tetangga
Bentuk-bentuk hubungan baik dengan tetangga ini Raulullah SAW pernah berpesan kepada Abu Dzar:

“Jika engkau memasak gulai, perbanyaklah kuahnya, kemudian peerhatikanlah tetangga-tetanggamu, dan berilah mereka sepantasnya.” (HR.Muslim)
Salah satu hubungan baik dengan tetangga dapat dilihat dari hadits shahih diatas, bahwa apabila kita sedang memasak gulai atau memasak yang lainnya ingatlah kepada tatangga kita. Sehingga walupun bahan gulai yang sedang dimasak kurang, kita dapat menambah gulainya.Setelah masak, perhatikanlah tetangga kita. Berilah mereka tetangga kita gulai yang kita masak tadi dengan sepantasnya.
Dijelaskan juga bahwa seorangyang hidup saling berdampingan (bermasrakat) harus memperhatikan tetangganya. Mengulurkan tangan untuk mengatasi kesulitan hidup yang dihadapi oleh teetangga. Jangan sampai seseorang dapat tidur nyenyak, sementara tetangganya menangis kelaparan. Seperti yang sabda Rasulullah SAW:

“Tidaklah beriman kepada-Ku orang yang dapat tidur dengan perut kenyang sementara tetangganya kelaparan, padahal dia mengetahui(HR. Bazzar)

Dalam hadits yang lebih panjang, Rasulullah SAW menguraikan bagaimana berbuat baik dengan tetangganya. Beliau bersabda:

“Hak tetangga itu ialah, apabila ia sakit kamu menjenguknya, apabila ia meninggal kamu mengiringi jenazahnya, apabila ia membutuhkan sesuatu kamu meminjaminya, apabila ia tidak memiliki pakaian kamu memberinya pakaian, apabila ia mendapatakan kebajikan kamu kmau mengucapkan selamat kepadanya, apabila ia mendapatkan musibah kamu bertakziah kepadanya, jangan engkau meninggalkan rumahmu atas rumahnya sehingga angin terhalang masuk rumahnya, dan janganlah kamu menyakitinya dengan bau periukmu kecuali kamu memberinya sebagian dari masakan itu.” (HR. Tabranni)

2.        DARI  SEGI  ETIKA
Dalam segi etika dalam bertamu/ meminta izin dan mengucapkan salam perlu diperhatikan        sebagai berikut;
a)        Mengunakan kata-kata yang sopan setiap orang, tidak hanya pada waktu bertamu saja. Akan tetapi pada waktu kapan saja dan dimana saja.
b)        Jangan bertamu sembarang waktu, bertamulah pada saat yang tepat dimana tuan rumah diperkirakan tidak akan terganggu. Misalnya jangan bertamu pada saat istirahat atau waktu tidur.
c)        Kalau diterima bertamu, jangan terlalu lama karena dikawatirkan akan merepokan tuan rumah. Setelah urusan selesai segeralah pulang, mungkin saja tuan rumah masih ada kepentingan lain.
d)       Jangan melakukan kegiatan yang menyebabkan tuan rumah terganggu, misalnya memeriksa dan perabotan rumah, dan memasuki ruangan pribadi tanpa izin penghuni rumah. Diizinkan pemilik rumah bukan berarti boleh melakukan apa saja. Ini akan sang berdampak buruk, bisa saja kita malah dianggap mau mencuri.
e)        Bila disuguhi minuman atau makanan hormatilah jamuan itu.
Maksud hormati di sini yaitu memakan apa yang  disuguhkan namun sekadanya saja. Jangan malah semua hidingnya di makan semua (melihat etika di daerah jawa). Berbeda bila disuguhi air minum, baiknya minuman itu kita habiskan.
f)         Hendaklah pamit waktu mau pulang. Meninggalkan rumah tanpa pamit di samping tidak terpuji, juga mengundang fitnah. Bisa saja kita disangka-sangka tidak baik oleh tetangga lainnya, karena inin bisa mengundang fitnah.

Dalam menerima tamu atau memuliakan tamu yang dilakukan antara lain:
a>  Menyambut kedatangan tamu dengan muka yang manis dan senyuman.
Dengan diawali muka yang manis disertai senyuman akan membawa awal yang baik bagi tamu. Tamu akan merasa nyaman bahkan senang bertamu di tempat kita.
b> Menggunakan tutur kata yang lemah lembut.
Gunakanlah kata-kata yang lemah lembut, jangan malah kita menggunakan kata-kata yang kasar. Ini akan berdapak  pada kesalah fahaman tamu kepada kita, karena yang datang itu kita belum tau sifatnya juga. Dampak lainnya juga menyebabkan hati yang bertamu menjadi senang.
c>  Mempersilahkannya duduk di tempat yng baik.
Kalau perlu disediakan ruangan khusus untuk menerima tamu yang selalu dijaga kerapian dan kebersihannya. Yujuannya agar memberikan kenyamanan kepada tamu dan lebih menghargainya. Mungkin tamu tadi tidak datang setiap saat.

Dalam berkendara
Ketika kita menggunakan kendaraan, apalagi melewali jalan desa atau perumahan tetangga. Hendaklah kita sadar diri dan mengunakan dan mengunakan etika yang baik, seperti:
1> Kurangi kecepatan yang standar pada kecepatan antara 20-40 km/jam.Tinggal bagaimana kondisi yang sebenarnya.
2> Menyapa orang bila berpapasan, bahkan bersikap rendah diri.

Dalam meminjam barang
Dalam meminjam barang milik tetangga, hendaklah segera dikembalikan walaupun tetangga tidak menyuruh untuk mengembalikan secepatnya. Dikawatirkan yang meminjam lupa tidak mengembalikan, bahkan lupa mengembalikan. Dapat mengurangi kepercayaan teetangga.

3.        DARI SEGI BUDAYA
Akhlak lingkungan dapat dilihat dari segi budaya adalah hal yang tidak dapat dihindarkan.  Tetangga adalah harapan kita apabila ada suatu masalah untuk memberikan bantuannya. Peran tetangga sangat besar, sehingga menjadi suatu adat atau kebiasaan masyarakat Jawa seperti;
a.         Mengabulkan/ menghadiri undangan
Mengabulkan undangan adalah salah satu kewajiban sosial sesama muslim. Ini menjadi tradisi pergaulan dalam masyarakat. Bisa kita banyangkan pandangan masyarakat atau tetangga, jika kita tidak menghadiri undanganya. Akan banyak orang menggap buruk prilaku kita, masyarakat pun bisa-bisa tidak menyenangi kita.
b.        Sadranan
Sadranan adalah kegiatan adat yang biasa dilakukan masyarakat pada saat salah satu rumah warga akan dibangun atau di renofasi. Biasanya tuan rumah yang akan merenofasi rumahnya akan mengundang tetangga sitar rumahnya sekitar 10 orang bisa kurang, bisa juga lebih.
Diantara 10 orang tadi ada beberapa orang yang lumayan ahli dalam bidangnya, untuk jumlahnya tergantung pemilik rumah. Lamanya sadranan juga tergantung pemilik rumah dan tergantung pada waktu selesainya renofasi.Sementara itu pemilik rumah setiap hari menyiapkan makan untuk para pekeja semua.
Tidak ada upah dalam kegiatan renofasi, kecuali untuk pekerja yang disewa oleh pemilik rumah. Kontribusi bagi yang lain adalah diberi bungkusan makanan yang matang dalam bahasa jawa disebut sompet/ punjungan.

d>      Yasinan dan Tahlilan
Kegiatan masyarakat seperti  ini masih melekat di kehidupan masyarakat kita. Kegiatan yasinan dan tahlilan sering dilaksanakan biasanya pada acara-acara khusus yang sudah membudaya pada masyarakat seperti;
1.         Setelah sesorang meninggal dunia.
Selain tujuannya untuk mendoa kan seseorang yang meninggal dunia, juga menanmkan akhlak yang baik padatiap individu. Biasanya dilakukan selama 7 hari berturut-turut setelah kematian. Dilakukan juga pada saat 100 setelah meninggal dan 1000 hari setelah meninggal.
2.         Puputan/ penamaan bayi sewaktu umur 7 hari.
Budaya puputan sudah lama dilakukan masyarakat, pada acara ini bayi yang sudah berumur 7 hari akan diberi nama dan pencukuran rambut.
3.         Syukuran selesainya rehab rumah, dan masih banyak lagi kegiatan serupa.

Referensi 
  Harun Nasution dkk., Ensiklopedi Islam Indonesia,(Jakarta: Djambatan, 1992), hal. 9
Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum ad-Din, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989),  Jilid III,
 Abdul Karim Zaidah, Ushul ad-Da’wah (Baghda: jam’iyyah al-Amani, 1976),
Ibrahim Anis, Al-Mu’jam al-Wastib, (Kairo: Dar al Ma’arif, 1972),
Lihat Muhammad ‘Ali ash- Shabuni, Rawai’u al-Bayan, Tafsir Ayat al-Ahkam miin Al-Qur’an (Damaskus al-Ghazali,1977), jilid II
DR. H. Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: LPPI, 1999, tebal 266 halaman.
Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A., Kuliah Akhlaq, Yogyakarta: 1999, 
Menteri Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: 1978,
Lihat Muhammad Ibn al-Atsir al-Jazari, Jami’u al-Ushul fi Abadits ar-Rasul  (Riyadh: Dar al- Ifta’, 1971), jilid VII

No comments:

Post a Comment