Hadis adalah merupakan
sumber hukum sesudah Al-Qur’anul Karim.Karena itu,semakin banyak hadis yang
kita ketahui,maka akan semakin banyak pula hukum-hukum Allah yang kita jumpai.Dan
orang yang banyak mengetahui hukum-hukum Allah maka berarti ia harus berjalan
diatas jalur-jalur hukum itu,dan tidak akan berjalan diatas jalur hukum yang
menghalalkan segala cara.Demikian itulah wujud sikap insan yang bertakwa.
Ada baiknya, jika
sebelum membahas hadis-hadis yang berkaitan dengan akhlak di paparkan terlebih
dahulu apa yang di maksud dengan akhlak,dibawah ini beberapa definisi akhlak
menurut para ahlinya,diantaranya adalah:
v Al-imam Al-ghazali : Akhlak adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan
mudah,tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
v Ibrahim Anis : Akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa,yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan,baik atau buruk,tanpa
membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
v Abdul Karim Zaidan : Akhlak adalah nilai-nilai dan
sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa,yang dengan sorotan dan timbangannya
seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk,untuk kemudian memilih
melakukan atau meninggalkannya.
Dalam Islam,akhlak
merupakan sistem nilai yang merupakan subsistem dari sistem syari’ah Islam
dimana aqidah,syari’ah (dalam pengertian khusus) dan akhlak menjadi
subsistemnya.Oleh karena itu,akhlak manusia mencakup hubungannya dengan tuhan
(vertikal), dengan sesama manusia (horisontal), dan dengan diri sendiri
(internal).Bersyukur dan beribadah adalah wujud akhlak manusia sebagai
makhluknya kepada tuhannya.Menghormati yang lebih tua,menyayangi yang lebih
muda,membantu yang lemah adalah wujud dari akhlak manusia kepada sesama
manusia.Menyayangi binatang,memelihara habitat binatang,memelihara lingkungan
sebagai ekosistem adalah wujud akhlak manusia kepada binatang dan
lingkungan.Jujur,sabar,pemurah adalah wujud akhlak manusia kepada diri sendiri.
Akhlak itu dibagi
dua,yaitu: Akhlak mahmudah (terpuji) dan Akhlak mazmumah (tercela).Akhlak
terpuji menurut Imam Ghazali ada empat perkara yaitu:bijaksana, memelihara diri
dari sesuatu yang tidak baik,keberanian menundukkan hawa nafsu dan bersifat
adil.Jelasnya,ia merangkumi sifat-sifat seperti berbakti kepada keluarga (orang
tua) dan negara,hidup bermasyarakat dan bersilaturrahmi,berani mempertahankan
agama, senantiasa bersyukur dan berterima kasih,sabar dan ridho dengan
kesengsaraan, berbicara benar dan sebagainya.
Masyarakat dan bangsa
yang memiliki akhlak mulia adalah penggerak ke arah pembinaan tamaddun
dan kejayaan yang di ridhoi oleh Allah SWT,seperti kata pepatah mesir; “Hanya
saja bangsa itu kekal selama berakhlak”,Bila akhlak telah lenyap maka lenyap
pulalah bangsa itu.
Akhlak yang baik itu
dapat diwujudkan dengan mendekatkan diri kita kepada Allah,yaitu dengan
mematuhi segala perintahnya dan meninggalkan semua larangannya, serta mau mengikuti
ajaran-ajaran sunnah Rasulullah.Akhlak yang buruk itu berasal dari penyakit
hati yang keji seperti iri hati,ujub,dengki,sombong,hasud,suudzon,dan
penyaki-penyakit lainnya.Akhlak yang buruk dapat mengakibatkan berbagai macam
kerusakan, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain di sekitarnya serta
kerusakan lingkungannya, sebagai contohnya yakni kegagalan dalam membentuk
masyarakat yang berakhlak mulia samalah seperti mengakibatkan kehancuran pada
bumi.
A.
HADIS-HADIS YANG
TERMASUK DALAM AKHLAK TERPUJI
v Berbuat baik kepada kedua orang tua (Birrul
walidain)
Istilah Birruwalidain berasal langsung dari
Nabi Muhammad SAW. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ‘Abdullah ibn Mas’ud
seorang sahabat Nabi yang terkenal bertanya kepada Rasululla tentang amalan apa
yang disukai Allah SWT, Beliau menyebutkan: pertama: sholat tepat pada
waktunya, kedua: birruwalidain, ketiga: jihad fisabilillah. Seperti hadist
dibawah ini:
عن ابي عبدالرحمن عبدالله بن مسعود رضي الله عنه
قال:سالت النبي ص:اى العمل احب الى الله تعالى؟قال:الصلاة على وقتها. قلت:ثم اى:قال:بر
الوالد ين.قلت: ثم اى؟الجهاد فى سبيل الله (متفق عليه)
Diriwayatkan dari Abu abdirrahman Abdullah
ibnu mas’ud RA,dia berkata:aku bertanya kepada Nabi SAW:apa amalan yang paling
disukai oleh Allah SWT?Beliau menjawab: “Shalat tepat pada waktunya”.aku
bertanya lagi:kemudian apa?Beliau menjawab: “Birrul walidain”.kemudian aku
bertanya lagi:seterusnya apa?Beliau menjawab: “Jihad fi sabilillah”.
Birrul walidain terdiri dari kata birru
dan al-walidain. Birru atau al birru artinya kebajikan dan al
walidain artinya dua orang tua atau ibu bapak. Jadi birrul walidain adalah
berbuat kebajikan terhadap kedua orang tua.
A. Kedudukan birrul walidain
Birrul walidain mempunyai kedudukan yang istimewa dalam
ajaran islam. Ada alasan yang membuktikan hal tersebut antara lain:
Ø
Perintah ihsan kepada ibu bapak diletakkan
oleh Allah di dalam Al-Quran langsung sesudah perintah beribadah kepada-Nya
semata-mata atau sesudah larangan mempersekutukan-Nya.
Ø
Allah mewasiatkan kepada umat manusia untuk berbuat
ihsan kepada ibu bapak
Ø
Allah swt meletakkan perintah berterima kasih
kepada ibu bapak sesudah berterima kasih kepada Allah swt
Ø
Rasulullah meletakkan birrul walidain sebagai
amalan nomor dua terbaik sesudah shalat tepat pada waktunya
Ø
Rasullulah meletakkan ‘uququl walidain(
durhaka kepada ibu bapak) sebagai dosa besar nomor dua sesudah syirik
Ø
Rasulullah mengkaitlkan keridhaan dan
kemarahan Allah dengan keridhaaan dan kemarahan orang tua
Demikianlah Allah dan Rasul-Nya menempatkan
orang tua pada posisi yang sangat istimewa sehingga berbuat baik kepada
keduanya menempati posisi yang sangat mulia dan sebaliknya durhaka kepada
keduanya juga menempati posisi yang hina. Secara khusus Allah juga mengingatkan
betapa besar jasa dan perjuangan ibu dalam mengandung, menyusui merawat, dan
mendidik anaknya. Kemudian bapak, sekalipun tidak ikut mengandung dan menyusui,
tapi beliau berperan besar dalam mencari nafkah, membimbing, melindungi,
membesarkan dan mendidik anaknya hingga mampu berdiri sendiri. Bahkan sampai
waktu yang tak terbatas.
B. Bentuk-Bentuk Birrul Walidain
Ø
mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam
berbagai aspek kehidupan. Tetapi dengan satu catatan penting selama keinginan
dan saran-saran itu sesuai dengan ajaran islam
Ø
menghormati dan memuliakan kedua orang tua
dengan rasa terima kasih dan kasih sayang atas jasa-jasanya yang tidak dapat
dinilai dengan apapun
Ø
membantu bapak dan ibu secara fisik dan
materiil
Ø
mendo’akan kedua orang tua semoga diberi
keampunan, rahmat,dll dari Allah.
Ø
setelah orang tua meninggal, birrul walidain
dapat diteruskan dengan cara: menyelenggarakan jenazah dengan sebaik-baiknya,
melunasi hutang-hutangnya, melaksanakan wasiatnya, meneruskan silaturrahim yang
dibina sewaktu hidup, memuliakan sahabat-sahabatnya, mendoakaannya.
v Berbuat baik kepada tetangga
sesudah anggota keluarga sendiri, orang yang
paling dekat dengan kita adalah tetangga. Merekalah yang diharapkan dahulu
memberikan bantuan jika kita membutuhkannya, jika tiba-tiba kita ditimpa
musibah. Begitu juga sebaliknya jika kita mendapat kebahagiaan kita akan
berbagi dengan tetangga. Begitu pentingnya peran tetangga sampai-sampai Rasulullah
menganjurkan kepada siapa saja yang akan membeli tanah atau rumah untuk
memperhatikan siapa yang akan menjadi tetangganya.
Baik buruknya tetangga tergantung bagaimana kita bersikap
kepada mereka. Oleh karena itu, sangat di mengerti kenapa Allah memerintahkan
kepada kita untuk berbuat baik dengan tetangga, baik tetangga dekat maupun
jauh.
عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: من كان يؤمن بالله
واليوم الآخر فلا يؤذ جاره ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم ضيفه ومن كان
يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت (رواه البخاري)
Dari Abu Hurairah ra.
Bahwa Rasulullah saw bersabda: “barang siapa yang beriman kepada Allah swt dan
hari akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah
swt dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Dan barang siapa yang
beriman kepada Allah swt dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik
atau diam”. (Muttafaqun ‘alaih).
Dari hadits
di atas dapat kita ambil pelajaran, untuk mengukur keimanan seseorang menurut
cara Rasulullah saw. Yaitu agar keimanan seorang muslim dilihat dari tiga hal,yaitu:
kebaikannya terhadap tetangga,berbuat baik kepada tamu dan perkataannya kepada
orang lain. Tiga alat ukur yang sudah disampaikan oleh Rasulullah saw di atas
bisa dijadikan barometer bagi seseorang dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak menyakiti hati tetangga, menghormati tamu,
dan berkata baik atau memilih diam menjadi kerangka ukur bagi orang yang
beriman kepada Allah swt dan hari akhir. Orang yang sudah mendeklarasikan
beriman kepada Allah swt dan hari akhir, dilarang keras mengganggu apalagi
menyakiti tetangga, baik fisik maupun psikhis. Menghormati dan memuliakan orang lain merupakan
langkah baik untuk membangun relasi antara lembaga keluarga dengan tetangga.
C. Pentingnya hubungan baik terhadap tetangga
Berkali-kali malaikat jibril memesankan kepada
nabi muhammad untuk berbuat baik terhadap tetangga, sampai-sampai beliau
mengira tetangga akan mendapatkan warisan. Dalam beberapa hadis,rasulullah
menjadikan sikap baik dengan tetangga sebagai ukuran dari keimanan seseorang
kepada Allah dan hari akhir. Sikap hidup bertetangga mempunyai hubungan yang
signifikan dengan kualitas iman seseorang. Semakin kuat iman seseorang, semakin
baik dia dengan tetanganya, begitu pula sebaliknya.Beliau bersabda:
من كان يؤمن با الله واليوم الاخر فليقل خيرااوليصمت,ومن كان يؤمن باالله
واليوم الاخر فاليكرم جاره,من كان يؤمن باالله واليوم الاخر فاليكرم ضيفه (رواه
البخارى ومسلم)
Barang siapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir,hendaklah ia berkata baik atau
diam.Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,hendaklah ia
memuliakan tetangganya.Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari
akhir,hendaklah ia memuliakan tamunya,(Bukhori Muslim)
D. Bentuk hubungan baik terhadap tetangga
Minimal hubungan baik dengan tetangga
diwujudkan dalam bentuk tidak mengganggu atau menyusahkan mereka. Tidak
menyakiti tetangga dengan kata-kata kasar dan tidak sopan.Yang lebih baik lagi tidak
hanya sekedar menjaga sampai tetangga terganggu,tetapi secara aktif berbuat
baik kepada mereka.Misalnya dengan mengucapkan salam dan bertegur sapa dengan
ramah.Rasulullah menguraikan bagaimana cara berbuat baik dengan tetangga. Beliau
bersabda:
حق الجار إن مرض عد ته,وإن مات شيّعته,وإن افتقر اقرضته,وإن
اعون سترته,وإن اصابته خير هنأته,وإن اصابته مصيبة عزّيته,ولا ترفع بناءك فوق
بنائه فتسدّ عليه الرّيح,ولا تؤذه بريح قدرك إلا أن تغرف له منها (رواه الطبرانى)
”hak tetangga ialah,
apabila ia sakit kita menjenguknya, apabila ia meninggal, kamu mengiringi
jenazahnya, apabila kita membutuhkan sesuatu, kamu meminjaminya,apabila ia
tidak memiliki pakaian kamu memberikan pakaian, apabila ia mendapatkan
kebajikan kamu mengucapkan selamat kepadanya, apabila ia mendapatkan musibah
kamu bertakziah kepadanya, jangan kamu meninggikan rumahmu atas rumahnya
sehingga angin terhalang masuk rumahnya, dan janganlah kamu menyakiti dengan
bau periukmu kecuali kamu memberinya sebagian dari masakan itu.” (HR.Thabrani).
Seorang muslim harus peduli dan memperhatikan
tetangganya. Mengulurkan tangan untuk mengatasi kesulitan hidup yang dihadapi
oleh tetangga. Jangan sampai terjadi seseorang dapat tidur nyenyak sementara
tetangganya menangis kelaparan, sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasulullah
dalam sebuah hadist:
ما امن بى من بات شبعانا وجاره جائع وهو يعلم
(رواه البزار)
“Tidaklah beriman kepadaku orang yang dapat
tidur dengan perut kenyang sementara tetangganya kelaparan, padahal ia
mengetahuinya.” (HR. Albazzar)
v Hubungan baik dengan masyarakat
Selain dengan tetangga, seorang muslim harus
dapat berhubungan baik dengan masyarakat yang lebih luas, baik d lingkungan
pendidikan, kerja, sosial dan lingkungan lain. Baik dengan orang-orang yang
seagama, maupun dengan pemeluk agama lain.
Hubungan baik dengan masyarakat sangat
diperlukan karena tidak seorangpun yang dapat hidup tanpa bantuan masyarakat.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia secara fitranya adalah makhluk
sosial dan hidup bermasyarakat suatu keniscayaan bagi mereka.
E.
Kewajiban sosial sesama muslim
Untuk terciptanya hubungan baik antara sesama
muslim dalam masyarakat, setiap orang harus mengetahui hak dan kewajibannya
seorang muslim atas muslim lainnya. Beliau bersabda:
حق المسلم على المسلم خمس: ردّ السلام وعيادة
المريض واتّباع الجنائز, وإجابة الدعوة,وتشميط العاطس.
(رواه الخمسة)
“kewajiban seorang muslim terhadap muslim
lainya ada lima: menjawab salam, mengunjungi orang sakit, mengiringkan jenazah,
memenuhi undangan, dan menjawab orang bersin”(Rowahul Khomsah)
Ø Menjawab salam
Mengucapkan dan menjawab salam hukumnya
berbeda. Mengucapkannya sunah, sedangkan menjawabnya wajib.
Ø Mengunjungi orang sakit
Menurut rasulullah, orang-orang yang beriman
itu ibarat satu batang tubuh,apabila salah satu anggota tubuh sakit,yang lain
ikut perihatin.
Salah satu cara menerapkan hadits diatas
adalah dengan meluangkan waktu mengunjungi saudara seagama yang sakit.
Kunjungan teman, saudara adalah obat yang mujarab bagi si sakit. Betapa
pentingnya mengunjungi orang sakit itu dapat terlihat dalam hadits qudsi
berikut ini:
إن الله عزّوجلّ يقول يوم القيامة: يا ابن ادم
مرضت فلم تعدنى! قال: يا ربى كيف أعوذبك وأنت ربّ العالمين؟ قال: أما علمت أنّ
عبدى فلانا مرض فلم تعده؟ أما علمت لو عدته لوجدتنى عنده....(رواه مسلم)
“sesungguhnya azza wa
jalla berfirman pada hari kiamat: “Hai anak Adam, Aku sakit kenapa kamu tidak
datang mengunjungi-Ku? Anak Adam menjawab:” ya tuhan, bagai mana aku akan
mengunjungi-Mu sedangkan Engkau adalah Tuhan Semesta Alam?” Allah berfirman:”
tidaklah kamu tahu bahwa si Fulan hambaKu sakit, kenapa kamu tidak
mengunjunginya? Tahukah kamu, jika kamu mengunjunginya niscaya kamu akan
menemuiKu disisinya....(HR. Muslim)
Ø Mengiringkan jenazah
Apabila seseorang meninggal dunia, masyarakat
secara kifayah wajib memandikan, mengafani, mensholatkan dan menguburkan.
Rasulullah sangat menganjurkan kepada masyarakat untuk dapat mensholatkan dan
mengantarkan jenazah ke kubur secara bersama-sama. Beliau bersabda:
من شهد الجنازة حتى يصلّى عليها قيراط , ومن
شهدها حتى تدفن فله قيراطان. قيل: وما القيراطان؟ قال: مثل الجبلين العظيمين (متفق
عليه)
“barang siapa yang
menyaksikan jenazah lalu ikut menshalatkannya, baginya satu qirath. Dan barang
siapa yang menyaksikannyasampai dikuburka, baginya dua qirath. “ditanyakan
orang:”apa itu dua qirath?” Beliau bersabda:”seperti dua gunung yang
besar(pahalanya).”(HR. Mutafaqun ‘Alaih)
Ø Mengabulkan undangan
Undang mengundang sudah menjadi tradisi dalam
pergaulan bermasyarakat.Yang mengundang akan kecewa bila undangan tidak
dikabulkan, dan akan lebih kecewa lagi bila yang berhalangan hadir tidak
memberi kabar apa-apa.Oleh sebab itu,seorang muslim dianjurkan untuk memenuhi
undangan yang diterimanya selama tidak berhalangan,dan acara-acara tersebut
tidak bertentangan dengan syari’at Islam.
Khusus untuk undangan walimahan(resepsi
pernikahan) seorang muslimah wajib menghadirinya. Rasulullah bersabda:
إذا دعى احدكم إلى وليمة فاليأتها (متفق عليه)
“apabila seseorrang
diantra kamu diundangmenghadiri walimahan, maka hendakah ia menghadirinya.”(HR. Muttafaqun ‘Alaih)
Ø Menyahuti orang bersin
Orang bersin disunatkan untuk membaca
alhamdulilah, bersyukur kepada Allah, karena biasanya bersin pertanda badan
ringan dari penyakit. Bagi yang mendengar (orang bersin mengucapkan
Alhamdulillh), diwajibkan menyahutinya dengan membaca yarhamukallah (semoga
Allah mengasihinya). Kemudian yang bersin menjawab yahdikumullah wa yushlib
balakum(semoga Allah menujuki dan memperbaiki keadaanmu).
B.
HADIS-HADIS YANG
TERMASUK DALAM HADIS TERCELA
v Berburuk sangka
عن أبي هريرة : عن النبي صلى الله عليه و سلم
قال: إياكم والظن فإن الظن أكذب الحديث ولا تحسسوا ولا تجسسوا ولا تحاسدوا ولا
تدابروا ولا تباغضوا وكونوا عباد الله إخوانا (رواه البخاري)
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw
bersabda: ”jauhilah oleh kalian berprasangka, karena Sesungguhnya berprasangka
itu ucapan paling dusta. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain, janganlah
memata-matai, janganlah saling bersaing, iri hati, benci dan berselisih.
Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara”. (H.R. Bukhari).
Persaudaraan
menjadi kata kunci pesan Rasulullah dalam hadits di atas. Dalam membina dan
menjaga keutuhan persaudaraan, kita harus selalu menjauhi prasangka,
mencari-cari kesalahan orang lain, memata-matai, saling iri, dan benci satu
dengan yang lain. Jika kita tidak bisa menjauhi apa yang sudah digariskan
Rasulullah (kebiasaan jelek) di atas, maka yang tersisa adalah sebuah
permusuhan dan saling membenci antara satu dengan yang lain. Tentu ini adalah
awal bencana keretakan, ketidakrukunan dan hilangnya harmoni di dalam
lingkungan keluarga dan masyarakat.
v Ghibah dan buhtan
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صلى الله عليه وسلم قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ. قَالُوا اللَّهُ
وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ. قِيلَ أَفَرَأَيْتَ
إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ
اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw
bertanya: “tahukah kamu sekalian, apakah menggunjing itu?” para sahabat
berkata: “Allah swt dan Rasul-Nya lebih mengetahui’. Beliau bersabda: “yaitu
bila kamu menceritakan keadaan saudaramu yang ia tidak menyenanginya”. Ada
seorang sahabat bertanya: “bagaimana seandainya saya menceritakan apa yang
sebenarnya terjadi pada saudara saya itu?” beliau menjawab: “apabila kamu
menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada saudaramu itu, maka berarti kamu
telah menggunjingnya, dan apabila kamu menceritakan apa yang sebenarnya tidak
terjadi pada saudaramu, maka kamu bener-benar membohongkannya”. (H.R. Muslim).
Dari hadits
di atas Nabi saw menjelaskan
makna ghibah, yaitu dengan menyebut-nyebut orang lain dengan sesuatu
yang ia benci, baik tentang fisiknya maupun sifat-sifatnya. Maka setiap kalimat
yang kita ucapkan sementara ada orang lain yang membencinya, jika ia tahu kita
mengatakan demikian maka itulah ghibah. Dan jika sesuatu yang kita
sebutkan itu ternyata tidak ada pada dirinya, berarti kita telah melakukan dua
kejelekan sekaligus: ghibah dan buhtan (dusta).
Imam Nawawi
ra mengatakan, “Ghibah berarti seseorang menyebut-nyebut sesuatu yang
dibenci saudaranya baik tentang tubuhnya, agamanya, duniannya, jiwanya,
akhlaknya,hartanya,anak-anaknya,istri-istrinya,pembantunya,gerakannya,mimik
bicarnya atau kemuraman wajahnya dan yang lainnya yang bersifat mengejek,baik dengan ucapan maupun isyarat”.
Tidak semua
jenis ghibah dilarang dalam agama. Ada beberapa jenis ghibah yang diperbolehkan
yaitu yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang benar dan tidak mungkin
tercapai kecuali dengan ghibah. Ada enam jenis ghibah yang diperbolehkan,
yaitu:
1. Orang yang terdzolimi mengadukan kedzoliman yang
dilakukan orang lain kepada penguasa atau hakim yang berkuasa yang memiliki
kekuatan untuk mengadili perbuatan tersebut. Sehingga diperbolehkan mengatakan,”Si Fulan telah
mendzalimi diriku” atau “Dia telah berbuat demikian kepadaku.”
- Meminta
bantuan untuk menghilangkan kemungkaran dan mengembalikan pelaku maksiat
kepada kebenaran. Maka seseorang diperbolehkan mengatakan, “Fulan telah
berbuat demikian maka cegahlah dia!”
- Meminta
fatwa kepada mufti (pemberi fatwa) dengan mengatakan: ”Si Fulan
telah mendzolimi diriku, apa yang pantas ia peroleh? Dan apa yang harus
saya perbuat agar terbebas darinya dan mampu mencegah perbuatan buruknya
kepadaku?”
Atau ungkapan semisalnya, Hal ini
diperbolehkan karena ada kebutuhan. Dan yang lebih baik hendaknya pertanyaan
tersebut diungkapkan dengan ungkapan global, contohnya: “Seseorang telah
berbuat demikian kepadaku” atau “Seorang suami telah berbuat dzolim kepada
istrinya” atau “Seorang anak telah berbuat demikian” dan sebagainya. Meskipun
demkian menyebut nama seseorang tertentu diperbolehkan, sebagaimana hadits
Hindun ketika beliau mengadukan (suaminya) kepada Rasulullah saw, “Sesungguhnya
Abu Sufyan adalah orang yang sangat pelit.”
- Memperingatkan kaum muslimin dari kejelekan,
contohnya memperingatkan kaum muslimin dari perawi-perawi cacat supaya
tidak diambil hadits ataupun persaksian darinya, memperingatkan dari para
penulis buku (yang penuh syubhat). Menyebutkan kejelekan mereka diperbolehkan
secara ijma’ bahkan terkadang hukumnya menjadi wajib demi menjaga
kemurnian syari’at.
- Ghibah terhadap orang yang melakukan kefasikan
atau bid’ah secara terang-terangan, seperti menggunjing orang yang suka
minum minuman keras, dan perbuatan maksiat lainnya. Diperbolehkan
menyebutkannya dalam rangka menghindarkan masyarakat dari kejelekannya.
- Menyebut identitas seseorang yaitu ketika seseorang telah masyhur dengan gelar tersebut. Seperti si buta, si pincang, si buta lagi pendek, si buta sebelah, si buntung maka diperbolehkan menyebutkan nama-nama tersebut sebagai identitas diri seseorang. Hukumnya haram jika digunakan untuk mencela dan menyebut kekurangan orang lain. Namun lebih baik jika tetap menggunakan kata yang baik sebagai panggilan.
والله أعلم باالصّواب
Referensi.
Prof. Dr. H. Yunahar
Ilyas, Lc,. M.A. Kuliah Akhlaq. LPPI UMY2
Prof. Dr. H. Rachmat
Syafe’i, M.A. Al-Hadis”Aqidah,Akhlaq,Sosial,dan Hukum. Pustaka Setia.
No comments:
Post a Comment