A.
Pengertian Hadits Aqidah
Sebelum membahas lebih lanjut perihal
hadits-hadits yang berbicara tentang aqidah, pertama-tama harus dipahami terlebih
dahulu apa itu hadist aqidah.
a)
Hadits
Secara bahasa, hadits dapat diartikan sebagai al-jadid atau
sesuatu yang baru, dan al-khobar yang bermakna sesuatu yang diberitakan,
di perbincangkan dari seorang kepada orang lain.
Sedangkan secara istilah, jumhur ulama muhadditsin sepakat bahwa
hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah baik itu
perkataan, perbuatan, penetapan, maupun sifat-sifat Rasulullah Saw.
b)
Aqidah
Secara etimologis (lughatan), aqidah berasal dari kata ‘aqada –
ya’qidu ‘aqdan – ‘aqidatan. ‘Aqdan yang berarti simpul, ikatan, perjanjian
dan kokoh.
A. Hasan dalam bukunya “At Tauhid” menyatakan bahwa aqidah
bermakna simpulan, yakni kepercayaan yang tersimpul di hati. Kemudian M. Hasby
Ash-Shidiqie dalam bukunya “Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam”
mengatakan bahwa aqidah secara bahasa (bahasa arab) ialah sesuatu yang dipegang
teguh dan terhujam kuat di dalam lubuk jiwa dan tak dapat beralih daripadanya.
Secara teknis aqidah sering juga diartikan dengan: iman,
kepercayaan dan keyakinan[1]. Adapun relevansi antara arti kata
‘aqdan dan aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati,
bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.
[1]Sayid Sabiq, Aqidah Islam: Suatu Kajian yang memposisikan akal
sebagai mitra wahyu, Al-Ikhlas, Surabaya: 1996, hlm. 4
Menurut istilah, aqidah dapat diartikan sebagai konsep dasar
tentang sesuatu yang harus diyakini, mengikat (‘aqada) dan menentukan ekspresi
yang lain dalam penghayatan agama[2].
Dari dua pengertian yang telah dijabarkan
diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hadist aqidah adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Rasulullah yang berbicara tentang konsep keimanan.
B.
Hadits-Hadits Yang Berkaitan Dengan Aqidah
a)
Hadits Tentang Iman, Islam dan Ihsan
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ :
بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ
بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ
السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى
الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ
عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ
الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ
اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ
وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ
بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ
بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ
اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ
تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا
الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ
أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ
الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ
انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ
السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ
أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ.
[رواه
مسلم]
Dari Umar r.a juga dia berkata : “Ketika kami
duduk-duduk disisi Rasulullah Saw. suatu hari tiba-tiba datanglah seorang
laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam,
tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun
diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu
menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Saw) seraya
berkata: “Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam?”, maka bersabdalah Rasulullah
Saw : “Islam adalah engkau bersaksi
[2]Syahminan Zaini, Kuliah Aqidah Islam, Al-Ikhlas, Surabaya:
1983, hlm. 25
bahwa tidak ada illah (Tuhan yang disembah) selain
Allah, dan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah, engkau mendirikan
shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu”, kemudian dia berkata: “anda benar”. Kami
semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya
lagi: “Beritahukan aku tentang Iman”. Lalu beliau bersabda: “Engkau beriman
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari
akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk”, kemudian
dia berkata: “anda benar”. Kemudian dia berkata lagi: “Beritahukan aku tentang
ihsan”. Lalu beliau bersabda: “Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan
engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau”.
Kemudian dia berkata: “Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)’.
Beliau bersabda: “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya”. Dia
berkata: “Beritahukan aku tentang tanda-tandanya”, beliau
bersabda: “Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat
seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba,
(kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya”, kemudian orang itu
berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “Tahukah
engkau siapa yang bertanya?” aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih
mengetahui”. Beliau bersabda: “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian
(bermaksud) mengajarkan agama kalian”. (HR. Muslim)
Hadits ini
merupakan hadits yang sangat dalam maknanya, karena didalamnya terdapat
pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Islam berbicara masalah lahir, iman berbicara masalah batin, dan
ihsan mencakup keduanya. Adapun kandungan Hadits tersebut
adalah[3]:
1.
Disunnahkan untuk memperhatikan kondisi pakaian, penampilan dan
kebersihan, khususnya jika menghadapi ulama, orang-orang mulia dan penguasa.
2.
Siapa yang menghadiri majlis ilmu dan menangkap bahwa orang–orang
yang hadir butuh untuk mengetahui suatu masalah dan tidak ada seorangpun yang
bertanya, maka wajib baginya bertanya tentang hal tersebut meskipun dia
mengetahuinya agar peserta yang hadir dapat mengambil manfaat darinya.
[3] Muhyiddin Yahya bin Syaraf Nawawi, Hadits Arba’in Nawawiyah,
Maktab Dakwah dan Bimbingan Jaliyat Rabwah, 2010, hlm. 9
3.
Jika seseorang yang ditanya tentang sesuatu maka tidak ada
cela baginya untuk berkata, “Saya tidak tahu”,
dan hal tersebut tidak mengurangi kedudukannya.
4.
Kemungkinan malaikat tampil dalam wujud manusia.
5.
Termasuk tanda hari kiamat adalah banyaknya pembangkangan terhadap
kedua orang tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya
sebagaimana seorang tuan memperlakukan hamba sahayanya.
6.
Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan membaguskannya
selama tidak dibutuhkan.
7.
Di dalamnya terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang
mengetahuinya selain Allah ta’ala.
8.
Di dalamnya terdapat keterangan tentang adab dan cara duduk dalam
majlis ilmu.
b)
Hadits Tentang Rukun Islam
عَنْ
أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله وسلم يَقُوْلُ : بُنِيَ
اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ
مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَحَجُّ
الْبَيْتِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ] رواه الترمذي ومسلم [
Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khattab r.a dia
berkata: “Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda, Islam dibangun diatas lima
perkara. Bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa
nabi Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan
haji dan puasa Ramadhan”.
(HR Turmuzi dan Muslim)
Adapun kandungan dari hadits tersebut adalah[4]:
1.
Rasulullah Saw menyamakan Islam dengan bangunan yang kokoh dan
tegak di atas tiang-tiang yang kuat.
2.
Pernyataan tentang keesaan Allah dan keberadaan-Nya, membenarkan
kenabian Muhammad Saw, merupakan hal yang paling mendasar dibanding rukun-rukun
yang lainnya.
[4] Ibid.
3.
Selalu menegakkan shalat dan menunaikannya secara sempurna dengan
syarat rukunnya, adab-adabnya dan sunnah-sunnahnya agar dapat memberikan buahnya
dalam diri seorang muslim yaitu meninggalkan perbuatan keji dan munkar karena
shalat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar.
4.
Wajib mengeluarkan zakat dari harta orang kaya yang sudah terpenuhi
syarat-syarat zakat lalu memberikannya kepada orang-orang fakir dan yang membutuhkan.
5.
Wajibnya menunaikan ibadah haji bagi yang mampu dan puasa (Ramadhan)
bagi setiap muslim.
6.
Adanya keterkaitan rukun Islam satu sama lain. Siapa yang
mengingkarinya maka dia bukan seorang muslim berdasarkan ijma’.
7.
Nash di atas menunjukkan bahwa rukun Islam ada lima, dan masih
banyak lagi perkara lain yang penting dalam Islam yang tidak ditunjukkan dalam
hadits ini. Rasulullah SAW bersabda:
“
Iman itu memiliki tujuh puluh lebih cabang”
8.
Islam adalah aqidah dan amal perbuatan. Tidak bermanfaat amal tanpa
iman demikian juga tidak bermanfaat iman tanpa amal.
DAFTAR PUSTAKA
Muhyiddin Yahya
bin Syaraf Nawawi, Hadits Arba’in Nawawiyah, Maktab Dakwah dan Bimbingan
Jaliyat Rabwah, 2010
Mahalli, KH.
Ahmad Mudjab, Hadtis-Hadits Muttafaq’alaih, Kencana, Jakarta:2004
Zaini,
Syahminan, Kuliah Aqidah Islam, Al-Ikhlas, Surabaya: 1983
Sabiq, Sayyid, Akidah
Islam: Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra Wahyu, Al-Ikhlas,
Surabaya: 1996
No comments:
Post a Comment