Sunday, November 4, 2012

Hadits Aqidah


A.    Pengertian Hadits Aqidah
       Sebelum membahas lebih lanjut perihal hadits-hadits yang berbicara tentang aqidah, pertama-tama harus dipahami terlebih dahulu apa itu hadist aqidah.
a)      Hadits
Secara bahasa, hadits dapat diartikan sebagai al-jadid atau sesuatu yang baru, dan al-khobar yang bermakna sesuatu yang diberitakan, di perbincangkan dari seorang kepada orang lain.
Sedangkan secara istilah, jumhur ulama muhadditsin sepakat bahwa hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah baik itu perkataan, perbuatan, penetapan, maupun sifat-sifat Rasulullah Saw.
b)      Aqidah
Secara etimologis (lughatan), aqidah berasal dari kata ‘aqada – ya’qidu ‘aqdan – ‘aqidatan. ‘Aqdan yang berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh.
A. Hasan dalam bukunya “At Tauhid” menyatakan bahwa aqidah bermakna simpulan, yakni kepercayaan yang tersimpul di hati. Kemudian M. Hasby Ash-Shidiqie dalam bukunya “Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam” mengatakan bahwa aqidah secara bahasa (bahasa arab) ialah sesuatu yang dipegang teguh dan terhujam kuat di dalam lubuk jiwa dan tak dapat beralih daripadanya.
Secara teknis aqidah sering juga diartikan dengan: iman, kepercayaan dan keyakinan[1]. Adapun relevansi antara arti kata ‘aqdan dan aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.


[1]Sayid Sabiq, Aqidah Islam: Suatu Kajian yang memposisikan akal sebagai mitra wahyu, Al-Ikhlas, Surabaya: 1996, hlm. 4
Menurut istilah, aqidah dapat diartikan sebagai konsep dasar tentang sesuatu yang harus diyakini, mengikat (‘aqada) dan menentukan ekspresi yang lain dalam penghayatan agama[2].

       Dari dua pengertian yang telah dijabarkan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hadist aqidah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah yang berbicara tentang konsep keimanan.

B.     Hadits-Hadits Yang Berkaitan Dengan Aqidah
a)      Hadits Tentang Iman, Islam dan Ihsan
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ   وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ.
[رواه مسلم]
Dari Umar r.a juga dia berkata : “Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah Saw. suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Saw) seraya berkata: “Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam?”, maka bersabdalah Rasulullah Saw : “Islam adalah engkau bersaksi



[2]Syahminan Zaini, Kuliah Aqidah Islam, Al-Ikhlas, Surabaya: 1983, hlm. 25
bahwa tidak ada illah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu”,  kemudian dia berkata: “anda benar”. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “Beritahukan aku tentang Iman”. Lalu beliau bersabda: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk”, kemudian dia berkata: “anda benar”. Kemudian dia berkata lagi: “Beritahukan aku tentang ihsan”. Lalu beliau bersabda: “Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau”. Kemudian dia berkata: “Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)’. Beliau bersabda: “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya”. Dia berkata:  “Beritahukan aku tentang tanda-tandanya”, beliau bersabda: “Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian)  berlomba-lomba meninggikan bangunannya”, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “Tahukah engkau siapa yang bertanya?” aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Beliau bersabda: “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian”. (HR. Muslim)
Hadits ini merupakan hadits yang sangat dalam maknanya, karena didalamnya terdapat pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Islam berbicara masalah lahir, iman berbicara masalah batin, dan ihsan mencakup keduanya. Adapun kandungan Hadits  tersebut adalah[3]:
1.    Disunnahkan untuk memperhatikan kondisi pakaian, penampilan dan kebersihan, khususnya jika menghadapi ulama, orang-orang mulia dan penguasa.
2.    Siapa yang menghadiri majlis ilmu dan menangkap bahwa orang–orang yang hadir butuh untuk mengetahui suatu masalah dan tidak ada seorangpun yang bertanya, maka wajib baginya bertanya tentang hal tersebut meskipun dia mengetahuinya agar peserta yang hadir dapat mengambil manfaat darinya.


[3] Muhyiddin Yahya bin Syaraf Nawawi, Hadits Arba’in Nawawiyah, Maktab Dakwah dan Bimbingan Jaliyat Rabwah, 2010, hlm. 9

3.    Jika seseorang yang ditanya tentang sesuatu maka tidak ada cela  baginya untuk berkata, “Saya tidak tahu”, dan hal tersebut tidak mengurangi kedudukannya.
4.    Kemungkinan malaikat tampil dalam wujud manusia.
5.    Termasuk tanda hari kiamat adalah banyaknya pembangkangan terhadap kedua orang tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya sebagaimana seorang tuan memperlakukan hamba sahayanya.
6.    Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan membaguskannya selama tidak dibutuhkan.
7.    Di dalamnya terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang mengetahuinya selain Allah ta’ala.
8.    Di dalamnya terdapat keterangan tentang adab dan cara duduk dalam majlis ilmu.

b)      Hadits Tentang Rukun Islam
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله وسلم يَقُوْلُ : بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَحَجُّ الْبَيْتِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ] رواه الترمذي ومسلم [
Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khattab r.a dia berkata: “Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda, Islam dibangun diatas lima perkara. Bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa nabi Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa Ramadhan”. 
(HR Turmuzi dan Muslim)
Adapun kandungan dari hadits tersebut adalah[4]:
1.      Rasulullah Saw menyamakan Islam dengan bangunan yang kokoh dan tegak di atas tiang-tiang yang kuat.
2.      Pernyataan tentang keesaan Allah dan keberadaan-Nya, membenarkan kenabian Muhammad Saw, merupakan hal yang paling mendasar dibanding rukun-rukun yang lainnya.

[4] Ibid.
3.      Selalu menegakkan shalat dan menunaikannya secara sempurna dengan syarat rukunnya, adab-adabnya dan sunnah-sunnahnya agar dapat memberikan buahnya dalam diri seorang muslim yaitu meninggalkan perbuatan keji dan munkar karena shalat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar.
4.      Wajib mengeluarkan zakat dari harta orang kaya yang sudah terpenuhi syarat-syarat zakat lalu memberikannya kepada orang-orang fakir dan yang membutuhkan.
5.      Wajibnya menunaikan ibadah haji bagi yang mampu dan puasa (Ramadhan) bagi setiap muslim.
6.      Adanya keterkaitan rukun Islam satu sama lain. Siapa yang mengingkarinya maka dia bukan seorang muslim berdasarkan ijma’.
7.      Nash di atas menunjukkan bahwa rukun Islam ada lima, dan masih banyak lagi perkara lain yang penting dalam Islam yang tidak ditunjukkan dalam hadits ini. Rasulullah SAW bersabda:
“ Iman itu memiliki tujuh puluh lebih cabang”
8.      Islam adalah aqidah dan amal perbuatan. Tidak bermanfaat amal tanpa iman demikian juga tidak bermanfaat iman tanpa amal.

DAFTAR PUSTAKA

          Muhyiddin Yahya bin Syaraf Nawawi, Hadits Arba’in Nawawiyah, Maktab Dakwah dan Bimbingan Jaliyat Rabwah, 2010
          Mahalli, KH. Ahmad Mudjab, Hadtis-Hadits Muttafaq’alaih,  Kencana, Jakarta:2004
Zaini, Syahminan, Kuliah Aqidah Islam, Al-Ikhlas, Surabaya: 1983
Sabiq, Sayyid, Akidah Islam: Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra Wahyu, Al-Ikhlas, Surabaya: 1996

No comments:

Post a Comment