Thursday, November 8, 2012

Kodifikasi HUKUM ISLAM


A.         Makna Kodifikasi
Dalam Bahasa Latin, code atau codex berarti “a systematically arranged and comprehensive collection of law. yang berarti himpunan peraturan hukum secara lengkap yang disusun secara sistimatik. Maka kodifikasi (codification, codificatie,) berarti perbuatan atau pekerjaan mengkodifikasikan atau menghimpun hukum atau peraturan ke dalam suatu kitab hukum secara sistematik (to systematize and arrange (laws and regulations) into a code).
Fockema Andreas mengartikan bahwa codificatie adalah: “Het samensellen en invoeren van systimatisch ingerichte wetboeken (codices) voor rechtsgebieden van enige omvang. (menyusun dan membawa masuk secara teratur dan sistimatik ke dalam kitab undang-undang dalam bidang hukum dengan ruang lingkup yang luas).
M.J. Koenen dan J.B. Drewes mengartikan codificatie sebagai vereniging van verschillende voorschriften tot een wet; het opstellen van een wetboek (menyatukan berbagai peraturan ke dalam suatu undang-undang; menyusun kitab undang-undang).
Henry Campbell Black mengartikan bahwa:codification adalah the process of collecting aand arranging systematically, usually by subject, the laws of a state or country, or the rules and regulations covering a particular area or subject of law or practice.... The product may be called a code, revised code or revised statute (proses mengumpulkan dan menyusun secara sistematik hukum-hukum negara atau peraturan dan regulasi yang mencakup bidang tertentu atau subyek (isi) hukum atau praktik, yang  biasanya menurut subyek (isi)nya.
Dari berbagai kutipan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kodifikasi adalah proses menghimpun dan menyusun secara sistimatik berbagai hukum, regulasi atau peraturan di bidang tertentu yang ditetapkan oleh negara. Produk dari kegiatan kodifikasi dapat berupa kitab undang-undang (wet, code) atau buku hukum yang disebut dengan Kompilasi. Dan menurut perspektif hukum islam, kompilasi diartikan sebagai rangkuman dari berbagai pendapat hukum yang diambil dari berbagai kitab yang ditulis oleh para ulama fiqh yang biasa dipergunakan sebagai referensi pada Pengadilan Agama untuk diolah dan dikembangkan serta dihimpun kedalam satu himpunan. Himpunan tersebut inilah yang dinamakan kompilasi.

B.          Latar Belakang Kodifikasi hukum Islam di Indonesia
Ketika Indonesia belum memiliki hukum positif yang dirumuskan sebagai landasan rujukan mutlak pengadilan Agama  terhadap suatu masalah, dalam prakteknya Indonesia sebelumnya menggunakan kitab para ulama sebagai rujukannya, hal ini tertuang pada surat edaran Biro peradilan Agama No. B/1/735 tanggal Februari 1958 yang merupakan tindak lanjut dari peraturan pemerintah no. 45 tahun 1957 tentang pembentukan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syari’iyah . dalam surat edaran tersebut dijelaskan bahwa untuk mendapatkan suatu kesatuan  hukum  yang memeriksa dan memutus perkara maka para hakim Pengadilan Agama  dianjurkan agar mempergunakan pedoman kitab-kitab diantaranya adalah Al Bajuri, tuhfah, targhibul musytaq, syamsuri lil faraidl, mughnil muhtaj. Namun pada realitanya menggunakan kitab-kitab sebagai dasar keputusan peradilan agama menurut Bustanul Arifin akan membuka peluang bagi terjadinya pembangkangan atau keluhan , ketika pihak yang kalah perkara mempertanyakan pemakaian kitab /pendapat yang memang tidak menguntungkanya itu, seraya menunjuk  kitab/pendapat yang menawarkan penyelesaian yang berbeda. Bahkan sering terjadi para hakim berselisih sesama mereka tentang pemilihan kitab rujukan.
Sedangkan menurut Yahya Harahap dalam makalahnya yang disajikan pada Diskusi Ilmiah Forum Pengkajian Islam IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 26 juni 1986 dan baru dipublikasikan tahun 1988 menyatakan bahwa “ putusan Pengadilan harus berdasarkan hukum, orang tidak boleh diadili berdasarkan buku atau pendapat ahli atau ulama manapun”. Dan ia memberikan penilaian bahwa praktik penerapan hukum yang semata-mata berdasarkan penemuan dan pengambilan hukum dari sumber kitab-kitab, benar-benar tidak bisa dipertahankan. Praktek sperti ini menurutnya mengarah kepada penegakan hukum menurut selera dan persepsi hakim. Dari penjelasan diatas bisa kita tarik kesimpulan bahwa menggunakan kitab-kitab para ulama sebagai dasar keputusan peradilan masih memiliki beberapa kelemahan.

Alasan lain yang melatar belakangi kodifikasi hukum islam di Indonesia menurut Hasan Basri adalah sering adanya keputusan peradilan Agama yang saling berbeda / tidak seragam padahal kasusnya sama. Bahkan dapat dijadikan alat politik untuk memukul orang lain yang dianggap tidak sepaham . dan menurutnya ini mengindikasikan bahwa masalah fiqh yang semestinya membawa rahmat malah menjadi sebab perpecahan. Dengan demikian yang kita rasakan bukan rahmat akan tetapi laknat, hal ini menurut pendapatnya adalah karena umat islam salah paham dalam mendudukkan fiqh disamping belum adanya kompilasi hukum islam tersebut.

Sedangkan menurut Masrani Basran pada muktamar Muhammadiyah disolo tanggal 9 Desember 1985 mengemukakan beberapa hal yang melatar belakangi diadakanya kodifikasi hukum islam ini adalah sebagai berikut :
·         Ketidak jelasan persepsi tentang syari’ah dan fiqh. Dapat dikatakan pula sebagai “kekacauan Persepsi” tentang arti dan ruang lingkup pengertian syari’ah Islam, kadang-kadang disamakan syari’ah Islam dengan Fiqh, bahkan adakalanya dalam penetapan persepsi dianggap sama pula dengan al’din.
·         Ketidak seragaman dalam menentukan apa-apa yang disebut hukum islam
·         Ketidak jelasan bagaimana melaksanakan syari’ah
Semua alasan - alasan yang dikemukakan diatas, ini lebih mengacu kepada kekhawatiran para hakim agung dan ketua MUI Hasan Basri pada masa itu, bahwa jika tidak adanya wujud hukum islam secara konkrit dan positif di Negara kita ini. dikhawatirkan akan terjadi kesimpangsiuran putusan masalah-masalah hukum islam di Idonesia, .maka dari itu perlu adanya kodifikasi hukum islam yang seragam yang dapat dijadikan pedoman dan hukum positif di Indonesia. Yang harus ditaati oleh warga Negara Indonesia yang beragama Islam
C.      Kodifikasi Hukum Islam Indonesia
Gagasan untuk mengadakan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia untuk pertama kali diumumkan oleh Menteri Agama Munawir Sadzali, pada bulan febuari 1985 dalam ceramahnya didepan para Mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya, semenjak itu ide ini mengelinding dan mendapat sambutan hangat dari berbagai pihak. Munculnya gagasan ini merupakan hasil kompromi antara pihak Mahkamah Agung dengan Departemen Agama, langkah untuk mewujudkan kegiatan ini mendapat dukungan banyak pihak. Bahkan menurut Prof Ismail Suny pada bulan maret 1985 Presiden Soeharto mengambil prakarsa sehingga terbitlah SKB (Surat Keputusan Bersama) Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama yang membentuk proyek Kompilasi Hukum Islam.melalui Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama tanggal 21 Maret 1985 No 07/KMA/1985 dan No 25 Tahun 1985 tentang penunjukan Pelaksana Proyek pembangunan Hukum islam berlangsung selama 2 tahun, pelaksana proyek ini kemudian didukung oleh Keputusan Presiden No 191/1985 tanggal 10 Desember 1985 dengan biaya sebesar Rp 230.000.000,00 biaya sebesar ini tidak berasal dari APBN tetapi langsung dari Presiden Soeharto sendiri. Menurut SKB tersebut ditetapkan bahwa pimpinan umum dari proyek tersebut adalah Prof H Bustanul Arifin SH. Dengan dibantu oleh dua orang wakil pimpinan umum masing-masing HR DJoko Soegianto dan H Zaini Dahlan dan yang lainya akan dijelaskan lebih lanjut.
Menurut Lampiran surat keputusan Pimpinan pelaksana proyek tanggal 21 maret 1985  ditentukan bahwa tugas pokok proyek tersebut  adalah untuk melaksanakan usaha Pembangunan Hukum Islam melalui Yurisprudensi dengan jalan Kompilasi Hukum, sasaranya mengkaji kitab-kitab yang dipergunakan sebagai landasan putusan-putusan hakim agar sesuai dengan perkembangan masayarakat Indonesia untuk menuju hukum Nasional. Sejalan dengan yang dikemukakan diatas maka pelaksanaan kodifikasi dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu :
                             i.          Tahap I   : tahap persiapan
                           ii.          Tahap II : tahap pengumpulan data, melalui :
a)         Jalur ulama:
Dengan cara mewancarai para ulama diseluruh Indonesia, yang sudah ditetapkan di 10 lokasi di Indonesia : Banda aceh, Medan, Palembang, Padang, Jawa tengah, Jawa barat, Jawa timur, Ujung pandang, Mataram dan Banjarmasin.
b)        Jalur kitab-kitab fiqh:
Dengan mengumpulkan kitab-kitab hukum / kitab-kitab fiqh minimal 13 kitab yang selama ini diwajibkan oleh Departemen Agama sebagai pedoman para hakim agama
c)         Jalur yurisprudensi peradilan agama:
Dihimpun putusan-putusan peradilan Agama sejak dahulu melalui arsip Pengadilan Agama
d)        Jalur studi perbandingan dinegara-negara  lain khususnya Negara-negara timur tengah (Maroko, Turki dan Mesir) :
Melihat luar negri bagaimana penerapan hukum Islam disana, system peradilan disana, bagaimana proses masuknya syari’ah law, dan sumber hukum yang diberlakukan disana serta sejauh mana kita bisa membandingkan dengan latar belakang budaya Indonesia.
                     iii.          Tahap III :  tahap penyusunan rancangan kompilasi Hukum Islam dari data-data tsb.
                     iv.          Tahap IV : tahap penyempurnaan dengan mengumpulkan masukan-masukan  akhir        dari para ulama /cendekiawan muslim seluruh Indonesia yang ditunjuk melalui lokakarya. Yang dihadiri oleh 124 orang peserta dari seluruh Indonesia.

            Setelah tahapan – tahapan diatas telah selesai dorongan kepada pemerintah untuk segera mengesahkan Kompilasi Hukum Islam semakin kuat, sehubungan dengan ditetapkanya Undang-undang Peradilan Agama No 7 tahun 1989, dan sebelum Presiden Soeharto berangkat  haji tepatnya tanggal 10 juni 1991 beliau menandatangani Instruksi Presiden RI No 1 tahun 1990, sejak saat itu secara formal berlakulah Kompilasi Hukum Islam diseluruh Indonesia sebagai hukum materiil yang dipergunakan di Peradilan Agama. Sebagai tindak lanjutnya pada tanggal 22 juli 1991 Menteri Agama telah mengeluarkan keputusan No 154 tahun 1991 untuk menyebarluaskan Kompilasi ini kepada semua ketua Pengadilan Tinggi Agama dan Ketua Pengadilan Agama Islam melalui Surat Edaran Direktur pembinaan Badan Peradilan Agama Islam tanggal 25 juli 1991 No. 3694/EV/HK.003/AZ/91. Dengan berbagai landasan hukum dimaksud Kompilasi Hukum Islam ini telah mempunyai tempat yang kokoh dalam sistem Hukum Indonesia.

Berikut akan kami paparkan struktur pengurus pelaksanaan proyek KHI secara singkat:
                            I.     Pimpinan Umum :
Prof H Busthanul Arifin, SH
(Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan MA

                         II.     Wakil Pimpinan Umum :
HR Djoko Soegianto, SH
(Ketua Muda Urusan lingkungan Peradilan Hukum Perdata Tidak Tertulis MA)
H. Zaini Dahlan, MA
(Dirjen Pembinaan Klelembagaan Agama Islam Departemen Agama)

                         III.   Pimpinan Pelaksana :
    H. Masrani Basran, SH
   (Hakim Agung Mahkamah Agung)

                         IV.  Wakil Pimpinan Pelaksana :
                   H, Muchtar Zarkasih, SH
                   (Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam Departemen Agama)
                  
                            V.  Sekretaris :
                   Ny. Lies Sugondo, SH
                   (Direktur Direktorat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung)
                         VI.  Wakil Sekretaris :
                   Drs. Marfudin Kosasih, SH

                      VII.  Bendahara :
                   Alex Marbun (dari Mahkamah Agung)
                   Drs Kadi (dari Departemen Agama)

                   VIII.  Pelaksana Bidang Kitab / Yurisprudensi :
                   Prof, H Ibrahim Husein LML (dari Majelis Ulama)
                   Prof H, MD Kholid SH
                   (Hakim Agung Mahkamah Agung)
                   Wasit Aulawi
                   (Pejabat Departemen Agama)

            IX. Pelaksana Bidang Wawancara :
                   M. Yahya Harahap, SH
                   (Hakim Agung Mahkamah Agung)
                   Abdul Gani Abdullah, SH
                   (Pejabat Departemen Agama)
                  
            X.  Pelaksana Bidang Pengumpulan Bahan dan Pengolahan Data :
                   H. Amiroedin Noer, SH
                   (Hakim Agung Mahkamah Agung)
                   Drs. Muhaimin Nur, SH (Pejabat Departemen Agama)



D.         Produk Kodifikasi Hukum Islam Indonesia
Dalam perkembangan hukum islam di Indonesia perlu dicatat bahwa hukum islam telah berhasil di kodifikasikan dalam bentuk aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia atau bisa dikatakan bahwa hukum islam telah berhasil memasuki fase tagnin (fase pengundangan). Fase ini dimulai sejak disyahkanya UU perkawinan No 1/1974, karena banyak sekali ketentuan fiqh tentang perkawinan yang telah ditransformasikan kedalam undang-undang. Hingga pada akhirnya lahirlah kompilasi hukum islam yang terdiri atas tiga buku yakni : Buku I tentang Perkawinan, Buku II tentang Kewarisan, dan Buku III tentang Perwakafan. Pengelompokan ini hanya sekedar pengelompokan bidang hukum yang dibahas bukan dalam beberapa buku. Dalam kerangka sistematikanya masing-masing buku terbagi dalam beberapa bab dan kemudian untuk bab-bab tertentu terbagi pula atas beberapa bagian yang selanjutnya dirinci dalam pasal-pasal. Secara keseluruhan Kompilsai Hukum Islam terdiri atas 229 pasal dengan distribusi yang berbeda-beda untuk masing-masing buku, porsi yang terbesar adalah pada buku Hukum Perkawinan. Kemudian Hukum Kewarisan dan yang paling sedikit adalah Buku Hukum Perwakafan.
Adapun Mengenai isi dari Kompilasi Hukum Islam (KHI) dapat dikemukakan secara singkat sebagai berikut :
                                        I.            HUKUM PERKAWINAN
Bab I           : Ketentuan Umum (pasal 1)
Bab II         : Dasar-dasar Perkawinan (pasal 2-10)
Bab III        : Peminangan (pasal 11-13)
Bab IV        : Rukun dan Syarat Perkawinan (pasal 14-29)
Bab V         : Mahar (pasal 30-38)
Bab VI        : Larangan Kawin (pasal 39-44)
Bab VII      : Perjanjian Perkawinan (pasal 45-52)
Bab VIII     : Kawin Hamil (pasal 53-54)
Bab IX        : Beristri Lebih dari Satu Orang (pasal 55-59)
Bab X         : Pencegahan Perkawinan (pasal 60-69)
Bab XI        : Batalnya Perkawinan (pasal 70-76)
Bab XII      : Hak dan Kewajiban Suami Istri (pasal 77-84)
                 Bab XIII     : Harta Kekayaan dalam Perkawinan (pasal 85-97)
                 Bab XIV     : Pemeliharaan Anak (pasal 98-106)
                 Bab XV      : Perwalian (pasal 107-112)
                 Bab XVI     : Putusnya Perkawinan (pasal 149-162)
                 Bab XVII   : Akibat Putusnya Perkawinan (pasal 149-162)
                 Bab XVIII  : Rujuk (pasal 163-169)
                 Bab XIX     : Masa Berkabung (pasal 170)

                                     II.            HUKUM KEWARISAN
                 Bab I           : Ketentuan Umum (pasal 171)
                 Bab II         : Ahli Waris (pasal 172-175)
                 Bab III        : Besarnya Bahagian (pasal 176-191)
                 Bab IV        : Aul dan Rad (pasal 192-193)
                 Bab             V         : Wasiat (pasal 194-209)
                 Bab VI        : Hibah

                                  III.            HUKUM PERWAKAFAN
                 Bab I           : Ketentuan Umum (pasal 215)
                 Bab II         : Fungsi, Unsur-unsur dan Syarat-syarat Wakaf (pasal 216-222)
                 Bab III        : Tatacara Perwakafan dan Pendaftaran Benda (pasal 223-224)
                 Bab IV        : Perubahan, Penyelesaian dan Pengawasan Benda Wakaf (pasal 225-227)
                 Bab V         : Ketentuan Peralihan (pasal 228)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. 1992. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Akademi Pressindo.

Azizy, A. Qodri. 2002. Eklektisisme Hukum Nasional, Kompetisi antara Hukum Islam dan Hukum Umum. Yogyakarta: Gama Media.

No comments:

Post a Comment