Penulisan
Al-Qur’an
A.
Pada Masa
Nabi
Rusulullah mengakat penulis
para penulis wahyu dari sahabat-sahabat terkemuka, seperti Ali, Muawiyah, ‘Ubai
bin K’ab, dan Zaid bin Sabit. Mereka menyebut bahwa Zaid bin Sabit adalah orang
yang terakhir kali membaca Al-Qur'an dihadapan Nabi diantara mereka yang
tersebut diatas. Bila ayat turun Rusulullah memerintah menuliskan dan
menunjukan tempat ayat tersebut dalam surat, sehingga penulisan pada lembaran
tersebtu membantu penghafalan dalam hati. Disamping itu sebagian sahabatpun
menuliskan Al-qur’an atas kemauan mereka sendiri, tanpa diperinyah Nabi. Karna
keterbatasan alat-alat tuis, maka mereka hanya dapat menulis pada pelepah
kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan
tulang belulang. Zaid bin Sabit berkata “Kami menyusun Al-qur’an dihadapan
Rasulullah pada kulit binatang”.
Tulisan-tulisan Al-Qur'an
pada masa Nabi tidak terkumpul pada satu mushaf, yang ada pada seorang belum
tentu dimiliki orang yang lain.
Rasulullah pulang ke
rahmatullah disaat Al-Qur'an telah dihafal dan dituis dengan ayat-ayat dan
surah-surah dipisah-pisahkan, atau ditertibkan ditertibkan ayat-ayatnya saja
dan setiap surat berada dalam satu lembaran secara terpisah dan dalam tujuh
huruf, tetapi Al-Qur'an belum dikumpulkan secara menyeluruh. Pada saat itu
belum diperlukan membukukan Al-Qur'an karena Nabi masih selalu menanti turunnya
wahyu dari waktu ke waktu. Selain itu juga terkadang terdapat ayat yang
menashik (menghapuskan) sesuatu yang turun sebelumnya. Susunan atau tertib
Al-Qur'an itu tidak berdasar tertib nuzulnya, tetapi setiap ayat yang turun
dituliskan ditempat sesuai petunjuk Nabi. Az-Zarkasyi berkata “Al-Qur'an tidak
dituliskan dalam satu mushaf pada masa Nabi agar ia tidak berubah pada setiap
waktu. Oleh sebab itu, penulisanya dilakukan kemudian sesudah Al-Qur'an turun
semua, yaitu dengan wafatnya Rasulullah”.
Pengumpulan Al-Qur'an dimasa
Nabi ini dinamakan : a) penghafalan, dan b) pembukuan yang pertama.
No comments:
Post a Comment